JENEWA, KOMPAS.TV - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menemukan berbagai bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan serta kejahatan perang selama perang saudara Ethiopia setahun belakangan. Hal tersebut termuat dalam laporan PBB yang dirilis pada Rabu (3/11/2021).
Laporan itu dirilis dalam rangka peringatan setahun perang saudara Ethiopia antara pemerintah pusat lawan pasukan Tigray.
Badan hak asasi manusia (OHCHR) PBB menyebut terdapat “banyak sekali pelanggaran” oleh pihak-pihak yang berkonflik. PBB menyatakan bahwa setahun perang Ethiopia telah ditandai dengan “kebrutalan ekstrem”.
Laporan PBB mendapatkan kesimpulan mengkhawatirkan kendati tidak bisa mengakses wilayah-wilayah yang terdampak konflik. Tim investigasi PBB pun dihambat oleh intimidasi serta pembatasan otoritas setempat.
Laporan ini merupakan hasil kolaborasi antara OHCHR dengan Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia. PBB menyebut kolaborasi dengan entitas lokal diperlukan mengingat sulitnya akses.
Baca Juga: Pemberontak Tigray Merangsek Dekati Ibu Kota Addis Ababa, Ethiopia Darurat Nasional
Otoritas Ethiopia sendiri selama perang melarang jurnalis, organisasi kemanusiaan, ataupun lembaga independent mengobservasi wilayah terdampak perang.
Laporan PBB didasarkan dari 260 lebih wawancara dengan korban dan saksi mata.
Temuan investigasi PBB di antaranya adalah penangkapan di luar hukum bagi etnis Tigray dan pendirian kamp-kamp penyiksaan.
Selain itu, pasukan Tigray juga dilaporkan menahan warga sipil etnis Amhara dengan tuduhan mendukung militer Ethiopia. Sebagian etnis Amhara disiksa.
Investigasi juga menemukan lebih dari 1.300 kasus perkosaan. Namun, mengingat keterbatasan sumber dan akses, jumlah aslinya diperkirakan jauh lebih banyak.
“Konflik Tigray ditandai dengan kebrutalan ekstrem. Skala dan kegentingan pelanggaran dan pelecehan yang kami dokumentasikan menegaskan perlunya para pelaku diadili,” kata Komisaris Tinggi OHCHR Michelle Bachelet dikutip Associated Press.
Laporan ini gagal mengetahui lebih jauh keterlibatan pasukan Ethiopia dan Eritrea dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Meskipun demikian, Bachelet menyebut dua kekuatan militer itu “terlibat”.
“Saya berani mengatakan bahwa banyak pelanggaran hak asasi manusia (dalam perang saudara Ethiopia) terkait dengan pasukan Ethiopia dan Eritrea,” kata Bachelet.
Ia menambahkan, terdapat dugaan kuat bahwa banyak kekerasan berbasis kebencian etnis.
Perang saudara Ethiopia meletus pada 3 November 2020 dan telah menewaskan ribuan orang. Kondisi makin runyam ketika pasukan Eritrea diizinkan turut memerangi pemberontak Tigray.
Sejak konflik, etnis Tigray di Ethiopia melaporkan berbagai penangkapan di luar hukum dan pemerkosaan.
Selain memaksa ribuan orang kehilangan tempat tinggal, kamp pengungsian warga Tigray juga dilaporkan terisolasi.
Pemerintah Ethiopia memblokir akses komunikasi dan bantuan kemanusiaan ke Tigray. Perampasan dan penghancuran areal pertanian pun membuat pengungsi Tigray terancam kelaparan.
Sejumlah pihak menduga blokade bantuan kemanusiaan disengaja pemerintah untuk menimbulkan kelaparan sebagai “senjata perang”. Namun, laporan PBB gagal mengonfirmasi adanya “kesengajaan” untuk menimbulkan kelaparan.
Baca Juga: Diintimidasi Militer Ethiopia dengan Serangan Udara, Pesawat PBB Batal Mendarat
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.