Kompas TV internasional kompas dunia

Kudeta Sudan, 7 Orang Tewas dan 140 Luka-luka Saat Bentrok Militer dan Massa

Kompas.tv - 26 Oktober 2021, 08:32 WIB
kudeta-sudan-7-orang-tewas-dan-140-luka-luka-saat-bentrok-militer-dan-massa
Tangkapan layar video demonstrasi yang merekam seorang pendemo di jalanan Khartoum, Sudan, Senin (25/10/2021). Kudeta militer terhadap pemerintahan transisi memicu demonstrasi yang diikuti ribuan orang. (Sumber: New Sudan NNS via Associated Press)
Penulis : Desy Afrianti

KHARTOUM, KOMPAS.TV - Sedikitnya tujuh orang tewas dan 140 terluka dalam bentrokan antara tentara dan massa yang memprotes kudeta Sudan.

Militer Sudan pada Senin (25/10/2021) merebut kekuasaan dari pemerintahan peralihan.

Pemimpin kudeta, Jenderal Abddel Fattah al-Burhan, membubarkan Dewan Berdaulat, yang anggotanya berasal dari kalangan militer dan sipil.

Dewan itu sebelumnya dibentuk untuk memandu Sudan menjadi negara demokratis setelah Presiden Omar al-Bashir digulingkan dari kekuasaan melalui gelombang demonstrasi dua tahun lalu.

Burhan menyatakan negara dalam keadaan darurat dan mengatakan angkatan bersenjata perlu menjaga keselamatan dan keamanan.

Baca Juga: Kudeta Militer di Sudan, AS Bekukan Bantuan USD700 Juta dan PBB Laporkan Situasi Memanas

Ia berjanji bahwa pemilihan umum akan diselenggarakan pada Juli 2023 dan kekuasaan nantinya akan diserahkan kepada pemerintahan sipil terpilih.

"Apa yang saat ini sedang dialami oleh negara ini adalah ancaman dan bahaya nyata terhadap para pemuda serta harapan bagi negeri," katanya dikutip dari Antara.

Kementerian Informasi Sudan, yang masih setia pada Perdana Menteri Abdalla Hamdok, mengatakan di Facebook bahwa penentuan status negara dalam keadaan bahaya menurut UU peralihan hanya boleh dilakukan oleh perdana menteri.

Karena itu, mereka menilai tindakan militer tersebut merupakan aksi kejahatan karena Hamdok masih merupakan pemimpin yang sah.

Baca Juga: Sekilas tentang Jenderal Abdul Fattah al-Burhan, yang Ambil Alih Pemerintahan dan Kini Pimpin Sudan

Hamdok adalah ahli ekonomi yang juga mantan pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dia ditangkap dan dibawa ke sebuah lokasi yang tak diungkapkan karena menolak mengeluarkan pernyataan mendukung pengambilalihan kekuasaan.

Kementerian Informasi mendesak semua pihak untuk melakukan perlawanan dan mengatakan ribuan orang sudah turun ke jalan untuk memprotes kudeta tersebut.

Para karyawan bank sentral juga mengumumkan akan mogok kerja sebagai protes terhadap kudeta.

Kementerian Informasi menyebutkan bahwa pasukan militer telah menahan para anggota Dewan Berdaulat serta para pejabat pemerintah.

Baca Juga: Sejarah Kudeta Militer Sudan: Konflik Tak Berkesudahan dan Puluhan Tahun Kediktatoran Militer

Direktur pemberitaan televisi negara juga ditahan, kata pihak keluarga.

Kudeta Sudan pun direspons oleh komunitas internasional, rata-rata mengecam aksi militer Sudan.

Pemerintahan Jerman mengutuk upaya kudeta militer di Sudan. Sebagaimana dilaporkan Al Jazeera, Berlin pun mendesak militer untuk mengakhiri aksinya.

“Kabar tentang percobaan kudeta baru di Sudan amatlah mengganggu,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas dalam sebuah pernyataan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut penangkapan para pejabat sipil Sudan “tidak bisa diterima”.

Dewan Keamanan PBB kemungkinan akan membahas situasi di Sudan melalui pertemuan tertutup, kata beberapa diplomat.

Liga Negara-Negara Arab merilis pernyataan yang memuat kekhawatiran organisasi itu terhadap kabar kudeta militer di Sudan.

Sekretaris Jenderal Liga Negara-Negara Arab Ahmed Aboul Gheit mendesak semua pihak untuk menaati deklarasi konstitusi yang dibuat pada Agustus 2019 lalu.

Sementara Amerika Serikat mengecam percobaan kudeta militer di Sudan. Hal tersebut diungkapkan oleh utusan khusus AS untuk Semenanjung Tanduk Afrika, Jeffey Feltman.

China pun turut mendesak pihak militer dan pemerintahan sipil Sudan untuk berdialog. Hal tersebut diungkapkan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x