KHARTOUM, KOMPAS.TV - Angkatan Bersenjata Sudan mengkudeta pemerintahan transisi pada Senin (25/10/2021) pagi waktu setempat. Tentara Sudan menahan Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan sejumlah pejabat tinggi.
Menurut Kementerian Informasi Sudan, yang menolak tunduk pada militer, Abdalla Hamdok ditahan karena menolak mendukung pengambilalihan kekuasaan oleh militer.
Panglima militer sekaligus pemimpin dewan pemerintahan transisi Sudan, Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan, membubarkan pemerintahan transisi dan mengumumkan situasi darurat nasional.
Baca Juga: Diduga Kudeta Militer di Sudan, Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan Pejabat Tinggi Ditangkap
Kudeta Sudan pun direspons oleh komunitas internasional, rata-rata mengecam aksi militer Sudan.
Pemerintahan Jerman mengutuk upaya kudeta militer di Sudan. Sebagaimana dilaporkan Al Jazeera, Berlin pun mendesak militer untuk mengakhiri aksinya.
“Kabar tentang percobaan kudeta baru di Sudan amatlah mengganggu,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas dalam sebuah pernyataan.
“Saya mendesak setiap orang di Sudan yang bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban untuk melanjutkan transisi Sudan menuju demokrasi dan menghormati kehendak rakyat. Upaya menggulingkan (pemerintahan) harus segera dihentikan,” lanjut Maas.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut penangkapan para pejabat sipil Sudan “tidak bisa diterima”.
“Saya sangat khawatir tentang laporan kudeta yang sedang berjalan dan merusak transisi politik Sudan. Kabar penangkapan Perdana Menteri, pejabat pemerintahan, dan para politisi tidak bisa diterima,” kata Volker Perthes, utusan khusus PBB untuk Sudan.
“Saya mendesak aparat keamanan untuk segera melepaskan mereka yang ditangkap di luar hukum atau dikenai tahanan rumah,” imbuhnya.
Liga Negara-Negara Arab merilis pernyataan yang memuat kekhawatiran organisasi itu terhadap kabar kudeta militer di Sudan.
Baca Juga: Kudeta Militer Sudan Diprotes Massa, 12 Demonstran Terluka akibat Bentrok dengan Aparat
Sekretaris Jenderal Liga Negara-Negara Arab Ahmed Aboul Gheit mendesak semua pihak untuk menaati deklarasi konstitusi yang dibuat pada Agustus 2019 lalu.
“Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan dialog. Penting untuk menghormati segala keputusan dan persetujuan yang telah ditetapkan, menahan diri dari segala aksi yang bisa mengganggu periode transisi dan mengguncang stabilitas di Sudan,” kata Gheit.
Uni Eropa menyatakan kekhawatiran atas pengambilalihan kekuasaan oleh militer di Sudan.
Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menyebut bahwa ia mengikuti perkembangan situasi di negara timur laut Afrika itu.
“Uni Eropa meminta semua pihak yang berkepentingan dan rekan regional untuk kembali ke proses transisi,” kata Borrell.
Amerika Serikat (AS) mengecam percobaan kudeta militer di Sudan. Hal tersebut diungkapkan oleh utusan khusus AS untuk Semenanjung Tanduk Afrika, Jeffey Feltman.
“Ini (kudeta) bertentangan dengan Deklarasi Konstitusional (yang diteken pada 2019) dan aspirasi rakyat Sudan,” kata Feltman.
China mendesak pihak militer dan pemerintahan sipil Sudan untuk berdialog. Hal tersebut diungkapkan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin.
“China mengikuti perkembangan terbaru situasi di Sudan dan meminta semua pihak terkait untuk mengatasi perbedaan mereka lewat dialog untuk menjaga kedamaian dan stabilitas negara,” kata Wang dikutip Associated Press.
Wang juga menambahkan bahwa kedutaan China di Sudan beroperasi secara normal.
Baca Juga: Sudan akan Serahkan Bekas Presiden Omar al Bashir ke Pengadilan Kriminal Internasional
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.