ANKARA, KOMPAS.TV - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memerintahkan menteri luar negerinya mengusir 10 duta besar asing, termasuk Amerika Serikat, Jerman, dan Prancis.
Erdogan meminta 10 dubes itu dinyatakan persona non grata.
Perintah itu muncul setelah para dubes asing menyerukan agar Turki segera membebaskan aktivis Osman Kavala, yang dipenjara selama lebih dari empat tahun atas tuduhan melakukan protes dan upaya kudeta, walau belum dipidana di pengadilan.
Sebelumnya Kemlu Turki telah memanggi para dubes tersebut Selasa lalu untuk memprotes pernyataan mereka "yang tidak bertanggungjawab" terkait kasus Kavala.
Baca Juga: Erdogan Perintahkan Menlu untuk Usir Duta Besar dari 10 Negara, Termasuk Jerman dan Amerika Serikat
Pernyataan bersama para kedubes itu mengritik "penundaan yang terus-menerus" atas peradilan Osman Kavala, yang "mempengaruhi penghormatan terhadap demokrasi, supremasi hukum dan transparansi dalam sistem peradilan Turki".
Mereka juga mendesak resolusi yang sesegera mungkin dan menyerukan "Turki untuk segera membebaskannya."
Kavala tahun lalu dinyatakan tidak bersalah atas tudugan menggalang aksi protes nasional pada 2013, namun tidak lama kemudian ditahan lagi.
Pembebasan atas Kavala dibatalkan, bahkan dia mendapat tambahan tuduhan baru terkait upata kudeta militer atas pemerintahan Erdogan pada 2016.
Kavala membantah segala tuduhan itu dan menilai apa yang menimpanya ini adalah contoh tindakan keras yang meluas dari pemerintah terhadap perbedaan pendapat.
Awal pekan ini, Erdogan membela sistem peradilan Turki dengan mengatakan, "Saya bilang kepada menlu kita: Kita tidak bisa menerima kelompok ini di negara kita. Apakah pantas kalian memberi pelajaran kepada Turki seperti itu? Kalian pikir kalian siapa?"
Baca Juga: Erdogan Usir Duta Besar 10 Negara Termasuk AS dan Jerman, Negara-Negara Ini Langsung Bereaksi
Dubes asing yang dicap persona non grata oleh pemerintah negara tempatnya bertugas membuat dia kehilangan status diplomatiknya dan seringkali diusir atau tidak lagi diakui sebagai utusan dari negara yang bersangkutan.
Seruan pembebasan atas Kavala tercantum dalam pernyataan bersama oleh Kedutaan Besar AS, Kanada, Prancis, Finlandia, Denmark, Jerman, Belanda, Selandia Baru, Norwegia dan Swedia. Tujuh negara itu merupakan sekutu Turki di NATO.
Dewan Eropa, yang dikenal sebagai pemantau HAM, telah memberi peringatan terakhir kepada Turki untuk memenuhi putusan Pengadilan HAM Eropa agar membebaskan Kavala sebelum dia menjalani peradilan.
Berpidato di depan massa di Kota Eskisehir Sabtu kemarin, Erdogan mengatakan bahwa para dubes itu "tidak bisa seenaknya datang ke Kementerian Luar Negeri Turki dan memberi perintah."
"Saya memberi perintah yang diperlukan kepada Kementerian Luar Negeri kita dan mengatakan apa yang harus dilakukan. Sepuluh dubes itu harus dinyatakan persona non grata. Kalian harus segera menyelesaikannya," kata Erdogan dikutip dari BBC. Namun, apa yang terjadi sekarang masih belum jelas.
Erdogan mengatakan bahwa para dubes itu harus memahami Turki atau pergi, demikian lapor media setempat.
Beberapa negara telah memberikan respons atas perintah Erdogan tersebut, salah satunya Jerman.
Kementerian Luar Negeri Jerman mengungkapkan saat ini tengah berbicara dengan sembilan negara lainnya.
Baca Juga: Pemerintah Erdogan Balas Surat Keturunan Sultan Aceh yang Minta Bantuan, Apa Isinya?
"Kami telah mencatat pernyataan serta pelaporan Presiden Turki Erdogan, dan saat ini tengah berkonsultasi secara intensif dengan sembilan negara lain yang bersangkutan," tutur sumber dari kementerian dikutip dari Deutsche Welle.
Sementara itu, Norwegia menegaskan Kedutaan Besarnya belum menerima pemberitahuan dari otoritas Turki.
"Duta Besar kami belum melakukan apa pun yang menjustifikasi pengusiran tersebut," tutur Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Norwegia Trude Maseide.
"Kami akan terus meminta Turki mematuhi standar demokrasi dan aturan hukum, yang sesuai dengan komitmen negara itu sendiri di bawah Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa," ujarnya.
Pejabat Denmark dan Belanda juga menegaskan mereka akan terus menekan Turki terkait hak asasi manusia dan demokrasi.
Kasus Kavala telah menjadi sumber ketegangan antara pemerintah Turki dan para sekutu Baratnya.
Turki dituduh menerapkan hukum pidana atas para pengritiknya dan melanggar aturan hukum. Kasus Kavala ini contohnya.
Meski sebagai pebisnis, Kavala telah mengkampanyekan kebebasan berpendapat dan demokrasi. Sedangkan Presiden Erdogan mengatakan Kavala mendukung aksi protes Gezi di Turki pada 2013.
Dia yakin bahwa protes-protes itu berupaya menjungkalkannya dan pemerintahnya. Itu mengapa dia yakin semua seruan bagi pembebasan Kavala langsung ditargetkan kepada dirinya. Oleh karena itu tanggapannya sangat keras.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.