JAKARTA, KOMPAS.TV – Hari Tanpa Bra atau No Bra Day diperingati setiap tanggal 13 Oktober sebagai langkah edukasi terkait kanker payudara.
Gerakan yang dipopulerkan oleh Dr Mitchell Brown dengan kampanye BRA Day (Breast Reconstruction Awarness Day) ini dilakukan untuk mendidik pasien untuk meningkatkan kesadaran pentingnya operasi dan rekonstruksi payudara.
Sejak tahun 2011, tanggal 13 Oktober diperingati oleh para perempuan dengan melepaskan branya.
Baca Juga: Jangan Salah, No Bra Day Bukan Ajang Pamer Payudara, Tapi Ketahui Faktanya
Jauh sebelum tahun 2011, yakni tahun 60-an, gerakan melepas bra telah dilakukan oleh kelompok feminis untuk menyuarakan protes mereka tentang adanya ketidaksetaraan gender.
Tak hanya melepaskan bra, feminis di Amerika berdemonstrasi dengan membakar bra mereka. Melansir Thought.co, Rabu (13/10/2021), gerakan ini diabadikan dalam beberapa buku sejarah paling dihormati.
Kala itu, perempuan hanya dianggap sebagai ibu rumah tangga yang tidak memiliki peran lebih atas hidup mereka.
Demonstrasi paling keras memprotes adanya kontes Miss America tahun 1968. Mereka membakar barang-barang dari pakaian ketat, seperti bra, ikat pinggang, nilon, dan barang-barang lain ke tempat sampah bernama ‘Freedom Trash Can’
Sebanyak 150 perempuan dari berbagai kota datang ke Atlantic City, New Jersey, untuk menyuarakan penderitaan merekan atas kompetisi kecantikan.
Baca Juga: 10 Makanan Ini Sangat Bermanfaat untuk Ibu Menyusui
Mereka berpendapat bahwa kontes kecantikan tersebut menyatakan bahwa perempuan hanya dipandang dari penampilannya saja. Semua perempuan dibuat percaya bahwa mereka yang tidak dapat memenuhi standar kecantikan Miss America menjadi lebih rendah.
Pada tahun-tahun tersebut, istilah ‘bra burning’ menjadi sangat populer. Meski tak banyak perempuan yang berani membakar bra mereka secara terang-terangan, tetapi banyak yang mendukung gerakan tersebut.
Perempuan yang tidak membakar bra mereka juga kerap berjalan-jalan tanpa bra mereka sama sekali. Hal ini ditujukan untuk menunjukkan kemandirian dari laki-laki dan kebebasan.
Gerakan bra burning dinilai sebagai pembuktian bahwa perempuan membela hak-hak mereka sebagai perempuan yang kala itu sangat dibatasi.
Ini juga menjadi kritik serius terhadap budaya kecantikan modern yang semakin tidak masuk akal. Bepergian tanpa bra menjadi tindakan revolusioner dan beberapa yang melakukannya merasa nyaman ketimbang memenuhi ekspektasi sosial.
Baca Juga: Tingkat Kecemasan dan Depresi pada Perempuan Naik Selama Pandemi, Apa Ada Efek Jangka Panjangnya?
Sayangnya, pembakaran bra dengan cepat dianggap sebagi hal konyol ketimbang memberdayakan.
Legislator Illinois pada tahun 1970-an menanggapi pelobi Amandemen Equal Right dengan ungkapan yang cukup menyakitkan, yakni mengatakan feminis ‘braless, brainless broads’ atau ‘tanpa bra, perempuan tanpa otak’.
Dia berpendapat bahwa gerakan tersebut terobsesi dengan hal-hal sepele sehingga mengalihkan perhatian dari masalah yang lebih besar, seperti upah, perawatan anak, hingga hak reproduksi.
Karena sebagian besar editor dan penulis majalah atau surat kabar pada masa itu laki-laki, sangat tidak mungkin mereka percaya ada isu pembakaran bra yang sesungguhnya merepresentasikan protes atas ekspektasi yang tidak realistias terhadap kecantikan dan citra tubuh perempuan.
Sumber : Kompas TV/Thought.co/lakewoodcityschools.org
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.