KOMPAS.TV – Kudeta yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap pemerintahan sipil menuai reaksi dan kecaman dari berbagai negara di dunia. Semakin banyak negara yang membatasi hubungan diplomatik dan meningkatkan tekanan ekonomi pada pemerintahan militer Myanmar, setelah kudeta yang mereka lakukan minggu lalu.
Berikut adalah reaksi atau sanksi yang diberikan kepada Myanmar dari beberapa negara atau organisasi internasional, karena kudeta yang telah dilakukan militer di negara itu.
1. Amerika Serikat
Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Rabu (10/2/2021) menyatakan telah mengeluarkan perintah eksekutif yang mencegah jendrar Myanmar untuk mengakses aset sebanyak $ 1 miliar yang berada di Amerika Serikat. Biden pun menjanjikan akan menerapkan lebih banyak tindakan pada Myanmar.
AS termasuk di antara salah satu dari banyak pemerintah Barat yang mencabut sebagian besar sanksi dalam satu dekade terakhir, untuk mendorong transisi demokrasi di Myanmar. Namun ternyata transisi demokrasi Myanmar untuk menuju pemerintahan sipil hanya semu, menyusul dilakukannya kudeta dan kini kekuasaan tertinggi negara kembali berada di tangan militer.
Baca Juga: Kudeta Myanmar: Indonesia Siapkan Evakuasi WNI Jika Situasi Memburuk, Sniper Terlihat Diatas Gedung
Sejauh ini tidak ada perubahan status tingkat perwakilan diplomatik AS di Myanmar, dan Thomas Vajda tetap menjabat sebagai Duta Besar AS untuk Myanmar.
2. Selandia Baru
Salah satu reaksi paling keras datang dari negara Pasifik, Selandia Baru. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern memutuskan untuk menangguhkan semua kontak politik dan militer tingkat tinggi dengan Myanmar. Ardern juga berjanji untuk memblokir bantuan apa pun kepada pemerintah militer Myanmar.
Selain itu, Selandia Baru juga memberlakukan larangan perjalanan pada penguasa militer baru Myanmar.
"Kami tidak mengakui legitimasi pemerintah yang dipimpin militer dan kami meminta militer untuk segera membebaskan semua pemimpin politik yang ditahan dan memulihkan pemerintahan sipil," kata Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Nanaia Mahuta, Selasa (9/2/2021).
3. Uni Eropa
Di Brussel, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan para menteri luar negeri Eropa akan bertemu 22 Februari untuk meninjau hubungan blok yang terdiri dari 27 negara itu dengan Myanmar. Mereka tengah mencari cara untuk meningkatkan tekanan ekonomi.
Beberapa opsi yang mungkin diambil Uni Eropa adalah mencakup sanksi yang menargetkan individu dan bisnis yang dimiliki oleh militer Myanmar serta pemotongan bantuan pembangunan.
Baca Juga: Pengunjuk Rasa Myanmar Kepung Kedutaan Besar China, Tuduh Bantu Kudeta Militer
Sejak 2014, UE telah memberi Myanmar hampir 700 juta euro. Borrell mengatakan sistem khusus Uni Eropa untuk memberikan negara-negara kurang berkembang akses bebas bea dan bebas kuota ke semua produk, kecuali senjata dan amunisi juga dapat dinilai kembali.
“Kita sekarang perlu mengembangkan tanggapan yang kuat terhadap perebutan kekuasaan yang tidak dapat diterima ini, yang membalikkan 10 tahun transisi demokrasi,” katanya seperti dikutip dari the Associated Press.
Ia menambahkan bahwa tinjauan tersebut akan memeriksa seberapa dekat Uni Eropa bekerja dengan pemerintah Myanmar dari sektor hukum, keuangan dan perspektif lainnya.
4. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Dewan Hak Asasi Manusia PBB, yaitu sebuah badan yang beranggotakan 47 negara dan berbasis di Jenewa, telah menjadwalkan sesi khusus pada hari Jumat untuk mempertimbangkan implikasi hak asasi manusia dari krisis di Myanmar.
Para pembela hak asasi manusia mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan lebih keras, namun tetap menghindari hukuman yang akan merugikan warga biasa di Myanmar.
“Pengumuman Presiden Biden tentang pembekuan aset dan Perintah Eksekutif yang membuka pintu untuk sanksi lebih lanjut yang ditargetkan terhadap militer Myanmar adalah langkah penting dan kami menyambut baik,” kata Daniel Sullivan, advokat senior hak asasi manusia untuk Pengungsi Internasional, dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: Karena Kudeta, Selandia Baru Tangguhkan Kontak Politik dan Bantuan Militer Pada Myanmar
“Tetapi ada lebih banyak lagi yang dapat dan harus dilakukan Amerika Serikat untuk mengecam perilaku militer yang mengerikan dan mengakui ancaman sebenarnya yang dihadirkan oleh perebutan kekuasaan oleh militer Myanmar,” katanya.
Reaksi Negara-negara Tetangga Myanmar
Hingga kini belum diketahui apakah negara-negara tetangga Myanmar akan melakukan langkah tertentu terkait kudeta yang dilakukan militer di negara tersebut.
Para pemimpin Malaysia dan Indonesia mendesak ASEAN untuk mengadakan pertemuan khusus yang membahas Myanmar, yang merupakan salah satu anggota ASEAN.
Namun demikian, ASEAN telah lama menjalankan prinsip untuk tidak ikut campur tangan dalam urusan dalam negeri masing-masing negara anggota. Namun demikian, keputusan ASEAN dibuat berdasarkan konsensus, yang berarti hanya perlu satu anggota, mungkin Myanmar sendiri, untuk memblokir setiap tindakan yang dianggap bermusuhan.
Menyusul kudeta tersebut, Brunei, yang merupakan ketua ASEAN saat ini, mengeluarkan pernyataan yang menyerukan upaya dialog, rekonsiliasi dan kembali ke keadaan normal sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat Myanmar.
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, seorang pensiunan jenderal yang merebut kekuasaan dalam kudeta militer pada tahun 2014, mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu bahwa ia menerima surat dari pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing yang meminta dukungan dari Thailand. Namun isi surat itu tidak diungkapkan ke media.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.