Tentara Israel biasanya melakukan penghancuran rumah di malam atau dini hari, untuk menghindari protes dari pemilik rumah lingkungan sekitar.
Pihak militer sebelumnya mengumumkan keinginan untuk menghancurkan bangunan dua lantai milik Kabha bulan lalu.
Baca Juga: Pengadilan Internasional Berpeluang Selidiki Kekerasan Militer Israel, Harapan bagi Rakyat Palestina
Namun, keluarganya kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi demi menghindari untuk pindah.
Tetapi, ketiga hakim mendukung rencana militer, mengatakan meski belum dihukum, Kabha telah mengakui melakukan kejahatan tersebut, dan adanya bukti yang kuat, eksternal dan obyektif untuk menguatkan pengakuannya.
Meski begitu, Hakim Anat Baron sempat mengungkapkan hanya satu dari dua lantai yang dihancurkan.
Baca Juga: Bertemu Menlu Palestina, Retno Marsudi Tegaskan Kembali Komitmen Indonesia
Menurut, lantaui dua gedung itu, juga menjadi tempat istri dan ketiga anaknya tinggal, dan tak proporsional karena mereka tak terlibat atau tahu mengenai penyerangan tersebut.
Tentara Israel kemudian berargumen menghancurkan dua lantai tersebut menjadi sesuatu yang perlu dilakukan.
Menurut mereka hal itu sebagai pencegahan terhadap serangan teroris lain di masa mendatang.
Baca Juga: Sidang Pemakzulan Donald Trump, Demokrat Menuduhnya Sebagai Komandan Penghasut
Israel sendiri membela praktik penhancuran rumah keluarga penyerang sebagai pencegahan untuk masa depan.
Tetapi, hal itu dikritik oleh pejabat pertahanan Israel dan mempertanyakan keefektivan praktik tersebut.
Aktivis hak asasi manusia (HAM) juga mengecamnya sebagai hukuman kolektif yang tak adil.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.