WASHINGTON, KOMPAS.TV - Seorang mantan tahanan di kamp penahanan Muslim Uighur, Xinjiang, China mengungkapkan terjadinya pemerkosaan dan penyiksaan di sana.
Tursenay Ziawudun, penyintas dari kamp penahanan tersebut mengungkapkan apa yang dilihatnya di sana.
Ziawudun, yang kini tinggal dengan aman di Amerika Serikat menceritakan pengalamannya, dengan harapan bisa menyelamatkan tahanan lainnya.
Baca Juga: Internet Kini Mati di Myanmar, Setelah Militer Gagal Bungkam Facebook, Twitter, dan Instagram
Dia pun menegaskan bagaimana perlakuan kejam yang mereka dapat dan tak diperlakukan selayaknya manusia.
“Kami membutuhkan bantuan semua orang, tak hanya Amerika,” ujarnya kepada Fox News.
“Kami manusia, tetap cara mereka menyiksa gadis dan pria-pria ini, seperti kami adalah binatang,” lanjutnya.
Baca Juga: Sembunyikan Dirinya Positif Covid-19, Wanita Ini dan Seluruh Keluarganya Tewas
Tursenay sebenarnya tinggal di Kazakstan bersama suaminya, namun kembali ke Xinjiang untuk bekerja.
Dia saat itu berharap menjadi suster. Suatu hari saat berjalan-jalan dengan suaminya, dia ditangkap dan dimasukkan ke kamp penahanan.
Di dalam kamp tersebut, mereka disuruh belajar mengenai China dan Xi Jinping, serta diharuskan menyangkal Islam.
Baca Juga: Kasus Covid-19 di India Menurun Drastis, Hal Ini Diyakini Sebagai Penentunya
Dia kemudian dibebaskan karena memiliki penyakit maag yang parah. Tak lama kemudian dia dikembalikan ke kamp.
Ternyata kamp tersebut semakin seperti penjara. Mereka digunduli saat kembali masuk ke dalam kamp penahanan tersebut.
“Pertama mereka membuka baju sata. Kemudian mencabut anting saya, sehingga kuping saying berdarah. Tetapi saya tak merasa sakit,” tuturnya.
Baca Juga: Sapi Limosin di Inggris Tembus Harga Jual Termahal Rp 5 Miliar
“Saya measa kasihan dengan salah satu orang tua, seorang nenek-nenek. Mereka merobek semua yang dia pakai dan dia terus terjatuh. Mereka terus mendorong mereka dan menariknya. Bagaimana Anda bisa memperlakukan ibu-ibu seperti itu,” tambah dia.
Tursenay juga mengungkapkan semua wanita yang berusia di bawah 40 tahun diperkosa.
“Semua di kamp merasakannya. Begitu juga saya. Saya juga dipukuli, ditendang dan diinjak. Begitu banyak di bagian pribadi saya, sehingga saya berdarah. Sejak itu, ovarium saya harus diangkat,” katanya.
Baca Juga: Utusan PBB Temui Militer Myanmar, Kutuk Kudeta yang Terjadi
Setelah sembilan bulan, akhirnya Tursenay dibebaskan. Dia pun lari dari China dengan bantuan Proyek Hak Asasi Manusia Uighur.
Dia pun menegaskan tak akan memaafkan apa yang mereka perbuat kepada dirinya.
“Saya kemudian menyadari tak ada yang namanya orang China baik. Penyiksaan, baik mental dan fisik. Mereka tak memiliki hati,” katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.