KOMPAS.TV – Anda mungkin sudah tidak asing dengan istilah stunting. Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes), menurut World Health Organization (WHO) stunting adalah kondisi pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut usia (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO.
Stunting dialami pada kondisi ireversibel akibat asupan nutrisi tidak memadai dan/atau infeksi berulang / kronis yang terjadi dalam 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Anak dengan kecenderungan stunting tidak akan mencapai tinggi badan yang ideal hingga dewasa nanti.
Selain itu, sistem kekebalan tubuh anak stunting menjadi lebih lemah serta fungsi otak dan perkembangan organ yang buruk. Salah satu ciri yang sangat menonjol pada anak stunting adalah kurangnya tinggi badan.
Karena itu, banyak orang beranggapan anak dengan postur tubuh yang pendek sudah pasti mengalami stunting. Anggapan ini tentu membuat para ibu yang mempunyai anak dengan tinggi badan cenderung pendek menjadi cemas.
Benarkah demikian? Cari tahu perbedaannya berdasarkan penjelasan ahlinya, yuk!
Perbedaan Anak Stunting dan Pendek
Dikutip dari Diskominfo Provinsi Kalimantan Timur, dokter spesialis anak, dr. Aini Ariefa, Sp. A, M.Ked.Klin mengatakan, stunting memang ditandai postur tubuh pendek. Namun, anak yang cenderung pendek belum tentu mengalami stunting.
Poin yang membedakan antara anak pendek dan stunting adalah adanya keterlambatan tumbuh. Anak stunting akan mengalami keterlambatan tumbuh karena kekurangan gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kondisi ini berefek jangka panjang hingga anak dewasa dan lanjut usia.
Selain bertubuh pendek, ada sederet penilaian lain untuk memastikan si kecil termasuk dalam kondisi stunting. Ciri tersebut antara lain berat badan anak di bawah rata-rata untuk seusianya, lebih rentan terserang penyakit, pertumbuhan tulang terhambat yang berakibat tulang lebih pendek, hingga masalah tumbuh kembang.
Sementara itu, bisa jadi perawakan anak pendek karena terlahir dari orang tua yang tidak terlalu tinggi. Anak bertubuh pendek juga mungkin mengalami keterlambatan pertumbuhan atau pubertas yang terlambat.
Umumnya, anak dengan kondisi tersebut akan mengalami lonjakan pertumbuhan di akhir masa sekolah menengahnya.
Namun, Ayah dan Bunda tetap perlu memeriksakan sang buah hati untuk memastikan tumbuh kembangnya optimal sesuai dengan usianya.
Pada beberapa kasus, keterlambatan pertumbuhan ini juga bisa terjadi karena kondisi kesehatan tertentu. Sebagai contoh, penyakit radang usus pada anak, gangguan tiroid, penyakit Celiac, atau kekurangan hormon pertumbuhan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.