JAKARTA, KOMPAS.TV - Kecelakaan fatal yang terjadi di Perlintasan Jalur Lintas (PJL) atau perlintasan sebidang kembali terulang antara Commuterline Jenggala dan truk trailer pengangkut kayu gelondongan, pada Selasa lalu (8/4/2025).
Kecelakaan di jalur pelintasan langsung atau JPL 11 antara Stasiun Indro dan Stasiun Kandangan menewaskan asisten masinis Abdillah Ramdan, sehingga jalur itu langsung ditutup.
Merujuk data dari PT KAI (2025), total ada 3.896 perlintasan sebidang atau Jalur Perlintasan Langsung (JPL), terdiri dari 2.803 JPL resmi dan 1.093 JPL liar.
Dari jumlah itu, ada 1.879 JPL tidak terjaga yang terdiri 971 JPL resmi tidak terjaga, dan 908 JPL liar tidak terjaga.
Baca Juga: Kronologi Kecelakaan Kereta Api Commuter Line Jenggala dengan Truk Muatan Kayu, 1 Korban Tewas
Sementara 2.017 JPL terjaga yang dikelola swasta sebanyak 40 JPL, swadya masyarakat 460 JPL, Pemda (Dinas Perhubungan) 538 JPL dan PT KAI 979 JPL.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno menilai, ada beberapa persoalan yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam pengelolaan jalur perlintasan langsung itu.
Pertama, secara keseluruhan, sudah diatur dari sisi kewenangan itu sesuai peraturan, Pemda bisa mengelola perlintasan.
Namun, menurut Djoko, ada kecemburuan ketika PT KAI yang mengelola perlintasan mendapat anggaran perawatan dan pengoperasian di perlintasan lewat skema Infrastructure, Maintenance and Operation (IMO).
"Namun Dinas Perhubungan yang ikut mengelola tidak ada bantuan itu yang membuat pemda juga diperhatikan," kata Djoko dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/4/2025).
Baca Juga: Ada Ruas Tol Baru, Jumlah Kendaraan Lintasi Tol Trans Sumatra saat Arus Mudik Naik Signifikan
Kedua, Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pembentukan petugas PJL masih membayar dengan tarif per siswa Rp6 – Rp7 juta, lantaran ada target pendapatan Badan Layanan Umum Sekolah Tinggi Kementerian Perhubungan (Politeknik STTD di Bekasi dan PPI di Madiun).
Biaya itu menjadi beban Pemda untuk mengalokasikan anggaran, meskipun penerbitan sertifikasi nol rupiah.
Ketiga, kesejahteran petugas PT KAI yang dikelola oleh PT KA Properti Manajemen (KAPM) sesuai harga upah minimum prov/kab/kota.
Sementara petugas PJL yang dikelola Pemda masih mendapat honor di bawah UMR.
Ditambah lagi tidak mendapatkan tunjangan hari raya (THR) atau tunjangan lainnya untuk penyemangat, walaupun sudah masuk kesehatan pekerja melalui BPJS.
Baca Juga: Kecelakaan KA Jenggala di Gresik: KAI Tuntut Ganti Rugi Pengusaha dan Sopir Truk
"Perlunya keseragaman gaji atau honor petugas penjaga PJL, baik yang dikelola PT KAI, pemda maupun swasta, supaya tidak ada kesenjangan kesejahteraan. Pemerintah dapat memberikan skema IMO untuk petugas PJL yang tidak dikelola PT KAI," ujarnya.
Keempat, perawatan jalan dengan rel yang dikelola PT KAI tersedia anggaran melalui IMO.
Sementara yang dikelola Pemda sama sekali tidak ada bantuan dari pemerintah pusat, maka terjadi ketidaknyamanan saat melintas di perlintasan dan potensi kejadian kecelakaan khusus truk trailer atau patah as.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.