JAKARTA, KOMPAS.TV - Pendanaan menjadi salah satu tantangan terbesar pengembangan produk yang mendukung kelestarian lingkungan dan menekan laju pemanasan global.
Seperti yang dialami Refi R., yang merupakan co founder Neutura, sebuah startup yang mengembangkan produk biochar atau bioarang.
Sebagai informasi, biochar adalah bahan padat kaya karbon hasil konversi limbah organik melalui pembakaran tidak sempurna atau suplai oksigen terbatas.
Dalam pemaparannya, Refi menerangkan, tumbuhan yang selama hidupnya menyerap sinar matahari lewat fotosintesis dan menyedot zat hara dari tanah, akan kembali melepaskan karbon ke udara saat mereka mati.
Nah, biochar mampu menyerap karbon yang dihasilkan tumbuhan mati itu agar tak terlepas ke atmosfer dan menjadikan sisa tumbuhan yang mati sebagai pupuk alami untuk tanah.
Hal itu karena biochar punya sifat alkali kuat, yang sangat cocok sebagai pembenah tanah dan sebagai komponen dasar biofertilizer sehingga mampu menjaga ekosistem agronomi.
Selain itu, biochar juga menunjukkan efek yang aman bagi kondisi biologis tanah, tanaman, air tanah, dan air permukaan.
Namun, tantangan pengembangan produk kaya manfaat ini ada pada pendanaan. Refi mengatakan, dalam beberapa tahun ke belakang, pendanaan untuk start up sudah berkurang. Banyak investor yang menuntut start up agar cepat menghasilkan keuntungan.
Baca Juga: Cerita Komunitas Seni Tani Manfaatkan Lahan Kosong jadi Kebun Sayur Komunal di Lestari Summit 2024
Bagi Neutura, tantangannya menjadi dobel karena perusahaan rintisan ini membuat produk yang berkelanjutan dan belum banyak digunakan pasar. Namun akhirnya ada investor yang tertarik dan mendanai proyek pilot Neutura.
“Pyrolysis (teknologi yang digunakan produk biochar Neutura) itu teknologinya sudah ada tapi butuh penyesuaian. Kalau di luar negeri itu kan tanahnya kering, sedangkan di Indonesia itu basah. Jadi kita butuh dana besar untuk research and development (riset dan pengembangan, red),” kata Refi saat berdiskusi dengan Wakil Pemimpin Redaksi Kontan Titis Nurdiana di acara Lestari Summit, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
“Kita cari investor yang tertarik dengan isu sustainability (keberlanjutan). Kalau ke investor baru, kita harus jelaskan konsep ini dari awal dan mereka juga ingin lebih cepat untung."
"Tapi kalau dengan investor yang concern (memperhatikan) dengan sustainability, mereka paham kalau kita natural science banget jadi butuh dana yang besar untuk riset. Tidak bisa hanya di kantor saja,” jelas Refi.
Neutura, lanjutnya, mendekati investor atau perusahaan yang ingin meningkatkan portofolio hijaunya.
Ia menerangkan, portofolio hijau saat ini sangat penting untuk perusahaan, jika mereka ingin mencari pendanaan dari luar negeri. Misalnya dari bank pembangunan seperti Bank Dunia dan Asia Development Bank.
Lembaga-lembaga keuangan tersebut akan mencermati dulu kontribusi perusahaan dalam isu lingkungan, sebelum memutuskan memberikan pinjaman. Namun nyatanya, banyak perusahaan yang kesulitan mendapat pinjaman karena portofolio hijaunya masih kurang.
Sumber : KOMPAS TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.