Ia mengakui, sejak pemberlakuan Permendag 7/2024 per tanggal 10 Maret 2024 untuk pengetatan impor dan penambahan persyaratan perizinan impor berupa Pertek, ditemukan sejumlah kendala dalam proses perizinan impor yang mengakibatkan penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan utama seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak.
Permendag Nomor 8/2024 diterbitkan dan mulai berlaku per tanggal 17 Mei 2024. Terhadap barang-barang yang masuk sejak tanggal 10 Maret 2024, dapat diselesaikan dengan mendasarkan pada pengaturan Permendag 8/2024 ini.
“Dengan ditetapkannya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 diharapkan dapat menyelesaikan kedua permasalahan atau kendala perizinan impor dan penumpukan kontainer di pelabuhan-pelabuhan utama,” ujarnya.
Baca Juga: Waspada Penipuan Seleksi Sekolah Kedinasan! Ini Pesan MenPANRB Azwar Anas
Ketua Umum Partai Golkar itu menyampaikan, untuk pelaksanaan penyelesaian kedua permasalahan tersebut, para pelaku usaha diminta agar segera mengajukan kembali proses perizinan impor.
Baik yang terkait dengan Persetujuan Impor maupun persyaratan berupa Pertimbangan Teknis. Lebih lanjut, untuk kontainer yang tertahan dan selama ini tidak dapat mengajukan pengurusan perizinan impor, dapat mengajukan kembali semua proses perizinan impor (PI).
Ia menyebut, sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, seluruh Kementerian/Lembaga diharap mendukung percepatan ini, terutama untuk Kementerian Perdagangan agar menerbitkan PI dengan cepat.
"Kemudian Kementerian Perindustrian yang juga masih memiliki Pertek di baja maupun di tekstil, itu SLA atau Service Level Agreement-nya maksimal 5 hari. Jadi, ditegaskan maksimal 5 hari ini seluruh perizinannya sudah bisa beres sehingga dari Kementerian Perdagangan bisa menerbitkan PI," kata Airlangga.
"Ketentuan teknis lainnya tentunya diharapkan masing-masing Kementerian/Lembaga bisa mendorong percepatan dan penyelesaian masalah perizinan impor,” ujarnya.
Baca Juga: Momen Menkeu Sri Mulyani dan Menko Perekonomian Airlangga Naik Truk Kontainer
Sebelumnya, kebijakan Pertek mendapat kritikan dari sejumlah asosiasi industri. Indonesia Packaging Federation (IPF) misalnya, menilai Permenperin terkait penerbitan Pertek komoditas impor bakal makin mempersulit kegiatan usaha para produsen kemasan nasional.
Sebab, sebanyak 50% kebutuhan resin plastik untuk kemasan masih harus diimpor. Hanya ada dua perusahaan di Indonesia yang mampu memproduksi resin plastik terlazim yakni polietilen (PE) dan polipropilena (PP). Itu pun jumlahnya tidak lebih dari 10 jenis resin saja.
"Semua hal ini dalam aturan teknis baru disamaratakan hanya dalam beberapa HS Code, sehingga harus ada izin khusus dengan laporan surveyor yang berbiaya mahal dan memakan waktu lebih lama," kata Business Development Director IPF Ariana Susanti seperti dikutip dari Kontan.co.id, Senin (22/4/2024).
Kondisi ini jelas membuat biaya produksi kemasan di Indonesia membengkak dan menggerus daya saing terhadap produsen kemasan dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Senada, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menganggap regulasi tata cara penerbitan Pertek dari Kemenperin belum menjawab masalah kebutuhan impor pelaku usaha.
Baca Juga: Airlangga: Investasi Tak Mengenal Bendera, Kami Terbuka dengan Semua Pihak
Yang ada, beleid ini malah makin memperkuat kesan bahwa pemberian izin cenderung berbasis pada diskresi pada kebijakan di Kemenperin. Ditambah lagi, formula pemberian kuota impor belum jelas sampai saat ini.
"Akibatnya, pelaku usaha yang jujur akan semakin sulit mendapatkan kepastian hukum terkait izin impornya," kata Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri, Senin (22/4).
Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia (Perprindo) juga menyebut implementasi aturan penerbitan Pertek komoditas impor sangat kacau. Sebagai contoh, Permenperin 6/2024 yang menyasar produk elektronik impor mulai berlaku tertanggal 6 Februari 2024.
Namun, Kemenperin baru mengundang para produsen elektronik dalam forum penyusunan usulan kebijakan importasi produk elektronik konsumsi rumah tangga pada 22 Maret 2024.
"Ini menyiratkan bahwa Kemenperin belum mengetahui data yang dibutuhkan untuk menyetujui permohonan Pertek terkait setelah peraturan berlaku," kata Ketua Dewan Pembina Perprindo Darmadi Durianto, Senin (22/4).
Perprindo juga menilai, semestinya Permenperin ini diterapkan apabila industri hulu elektronik di dalam negeri sudah siap. Lihat saja, saat ini masih banyak bahan baku produk pendingin refrigerasi yang harus diimpor, seperti kompresor untuk produksi air conditioner (AC).
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.