JAKARTA, KOMPAS.TV - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyatakan, pihaknya siap membahas kembali aturan kenaikan pajak hiburan yang ditetapkan sebesar 40% hingga 75% dengan DPRD DKI Jakarta.
"Nanti kita bahas lagi soal pajak hiburan yang naik 40%" kata Heru di Balai Kota DKI, Jakarta, Rabu (17/1/2024) seperti dikutip dari Antara.
Heru menyebut pihaknya segera membahas kenaikan pajak hiburan tersebut bersama DPRD DKI Jakarta. Namun, belum membeberkan kapan pembahasan tersebut akan berlangsung.
Sebelumnya, DPRD DKI meminta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta bisa mengkoreksi kenaikan pajak hiburan yang mencapai 40-75% agar jangan sampai memberatkan pelaku usaha.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menuturkan pihaknya akan melaksanakan rapat pimpinan bersama Bapenda DKI terkait kenaikan pajak hiburan tersebut.
Baca Juga: Turut Kritik Kenaikan Pajak Hiburan Khusus, Hotman Paris: Terancam PHK Ribuan Karyawan!
Dia mengakui sejumlah tempat hiburan yang terkena imbas bisa saja bangkrut sehingga perlu ada evaluasi kembali.
"Sekarang kan naik sampai ke 40 persen, pertanyaannya pemerintah juga harus melihat, kan beda-beda Jakarta, Jawa Barat, dan Surabaya," ujarnya.
Menurut dia, sebagai pemerintah daerah sudah seharusnya bijak memutuskan hal itu dengan melihat demografi agar tidak menimbulkan pengakhiran hubungan kerja (PHK) karyawan di dalamnya.
"Kalau 40 persen mati bos orang pada tutup, PHK," ucapnya.
Maka dari itu, dia meminta pemerintah untuk tidak membuat peraturan yang tidak memberatkan masyarakat seperti pajak hiburan yang menurutnya bisa dikaji kembali.
Baca Juga: Pajak Hiburan Karaoke hingga Spa 40%-75%, Kemenkeu: Konsumennya Masyarakat Tertentu
Meski diprotes pengusaha, pemerintah tetap menerapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dengan tarif batas bawah 40% dan batas atas 75%.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, ada sejumlah pertimbangan atas keputusan tersebut.
"Hal tersebut mempertimbangkan bahwa jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu," kata Lydia dalam media briefing di Jakarta, Selasa (16/1/2024).
"Oleh karena itu, perlu penetapan tarif batas bawah atas jenis tersebut guna mencegah penetapan tarif pajak yang race to the bottom atau berlomba-lomba menetapkan tarif pajak rendah guna meningkatkan omset usaha," ujarnya.
Sumber : Kompas.tv, Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.