DENPASAR, KOMPAS.TV - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menilai besaran tarif pajak spa di Pulau Dewata idealnya 15 persen, agar tidak berbeda jauh dengan pajak hotel dan restoran yang sebesar 10 persen.
Dalam Peraturan Daerah (Perda) yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Bali, disebutkan pajak spa, karaoke, diskotek dan klub malam sebesar 40 persen hingga 75 persen.
Aturan itu sebagai turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
“Perbedaan itu jangan terlalu ekstrem, pajak hotel dan restoran itu 10 persen, sedangkan spa itu 40 persen. Kalau melihat rasionya itu 15 persen (pajak spa) sudah ideal,” kata Ketua PHRI Bali Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati di Denpasar, Selasa (16/1/2024).
Ia mengatakan besaran tarif pajak itu merupakan amanat UU sehingga pemerintah daerah tidak dapat melakukan intervensi.
Baca Juga: HIPMI Bali Nilai Penaikan Pajak Hiburan Bukan Langkah Tepat, Bandingkan dengan Thailand
Untuk itu, upaya peninjauan kembali atas UU Nomor 1 Tahun 2022 di Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan akan merevisi besaran tarif pajak spa.
“Kalau kabupaten/kota tidak menindaklanjuti (aturan turunan UU) nanti menjadi temuan juga. Kami sadari kesulitan bupati, kepala daerah, mereka tidak bisa berbuat apa,” ujarnya, seperti dikutip dari Antara.
Dia menjelaskan, pengusaha spa yang tergabung dalam Bali Spa dan Wellness Association (BSWA) yang bernaung di bawah PHRI Bali, mengajukan peninjauan kembali atau judicial review atas UU tersebut.
Dalam beleid tersebut, spa dikategorikan dalam jasa hiburan sehingga tarif pajaknya naik menjadi minimal 40 persen dan maksimal 75 persen.
Baca Juga: Cerita Inul Usaha Karaoke Keluarga Sejak Era Sutiyoso, Minta Izin Dibedakan dengan Klub Malam
UU itu menjadi acuan pemerintah kabupaten/kota untuk ikut menaikkan pajak spa menjadi 40 persen dari sebelumnya 15 persen, seperti yang berlaku mulai 1 Januari 2024 di Kabupaten Badung.
Sedangkan pajak makan dan minuman serta jasa perhotelan, besaran tarif pajaknya mencapai 10 persen.
Ia menyebut, pada perda sebelumnya yang kini sudah dicabut yakni Perda Badung Nomor 8 tahun 2020 tentang Pajak Hiburan, besaran tarif pajak spa/mandi uap sebesar 15 persen.
Sementara Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengatakan pelaku usaha tidak perlu khawatir dengan kebijakan tersebut karena masih dalam proses di MK.
Baca Juga: Duh, 14 Dana Pensiun dan 7 Asuransi dalam Pengawasan Khusus OJK karena Defisit Pendanaan
"Karena masih proses judicial review. Pemerintah memastikan semua kebijakannya itu untuk memberdayakan dan memberikan kesejahteraan, bukan untuk mematikan usaha," kata Sandi melalui akun Instagramnya, Minggu (14/1/2024).
Pernyataan Sandiaga itu menjawab protes pedangdut dan pengusaha karaoke Inul Daratista terkait kenaikan pajak hiburan 45 persen hingga 75 persen.
Pesan Sandi itu juga diberikan kepada para pengusaha hiburan lainnya, seperti klub atau pub hingga spa. Sandi menegaskan pemerintah tidak ingin mematikan industri parekraf, termasuk industri hiburan.
"Kami tidak akan mematikan industri parekraf karena industri ini baru saja bangkit pasca pandemi, dan membuka 40 juta lebih lapangan kerja," ujar Sandi.
Baca Juga: KAI Sebut Belum Ada Bukti Data Karyawan dan Penumpang Diretas, Tetap Lakukan Investigasi
"Seluruh kebijakan termasuk pajak akan disesuaikan agar sektor ini kuat, agar sektor ini bisa menciptakan lebih banyak peluang usaha dan lapangan kerja," tambahnya.
Sandi menyampaikan, pihaknya siap mendengar masukan dari pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif.
"Kami akan terus berjuang untuk kesejahteraan pelaku parekraf, untuk terciptanya lapangan pekerjaan, dan kami pastikan tidak akan mematikan industri parekraf yang sudah bangkit ini. Mbak @inul.d dan teman-teman semuanya, terima kasih atas aspirasinya," tuturnya.
Sumber : Kompas.tv, Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.