"Hingga saat ini Pertamina telah memblokir hampir 232.000 kendaraan se-Indonesia karena ketidakcocokan data antara di My Pertamina dengan di Korlantas Polri maupun di Samsat," kata Riva di Padang, Sumatera Barat, Rabu (22/11/2023).
Baca Juga: Batas Waktunya Diundur, Ini Cara Aktivasi NIK dengan NPWP
Selain tidak sesuai dengan data Korlantas, kendaraan yang diblokir juga terindikasi pelangsir alias mengisi BBM subsidi berulang kali, dan data foto yang dimasukkan terindikasi kendaraan palsu.
Ia menjelaskan, saat ini Pertamina terus memaksimalkan penerapan sistem kode batang kepada konsumen yang membeli BBM di stasiun pengisian bahan bakar minyak (SPBU).
"Jika datanya terindikasi tidak cocok, langsung diblokir," ujarnya, seperti dikutip dari Antara.
Pertamina juga berkoordinasi dengan Korlantas Polri guna memperkuat sistem pengawasan menggunakan kode batang.
Riva menyebut, bagi kendaraan yang tidak terdata atau terdaftar di kepolisian, Pertamina tidak akan mendaftarkannya ke aplikasi My Pertamina.
Baca Juga: Face Recognition Boarding Gate Kini Ada di 9 Stasiun, KAI Jamin Keamanan Data Penumpang
"Yang kami layani adalah kendaraan yang bayar pajak," ucapnya.
Sebelumnya, Pertamina Patra Niaga menuntut 400 SPBU yang menyelewengkan pertalite dan solar. Pertamina menuntut mereka sebesar Rp14,8 miliar.
"Dari pengawasan bersama-sama dengan aparat keamanan itu dapat melakukan punishment atau stop supply kepada lebih dari 400 SPBU dengan nilai denda yang kita tagihkan ke SPBU Rp14,8 miliar," tutur Riva dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI di Gedung DPR, Jakarta Selasa (21/11/2023).
"Penindakan penyalahgunaan jenis BBM tertentu (JBT) dan jenis BBM khusus penugasan (JBKP) bersama aparat penegak hukum itu ada 406 laporan dan 430 tersangka," tambahnya.
Ia menuturkan, ada sejumlah modus penyelewengan BBM bersubsidi yang sering dilakukan, yakni pengisian berulang dengan cara "helikopter" dan memakai bus pariwisata.
Baca Juga: Mulai Desember, Harga Tiket Whoosh jadi Rp200.000 saat Weekday dan Rp250.000 untuk Weekend
"'Helikopter' adalah pengisian berulang-ulang dengan menggunakan kendaraan yang sama, tapi menggunakan pelat nomor dan QR code berbeda. Jadi, ada pemalsuan dan penggandaan yang dilakukan," jelas Riva dalam rapat yang disiarkan di kanal YouTube Komisi VII itu.
"Juga dilakukan saat ini satu modus terbaru dengan menggunakan bus pariwisata. Yang juga cukup marak adalah pemalsuan dokumen pemerintah, di mana nelayan dan petani yang melakukan pengambilan (BBM subsidi) menggunakan jeriken terkadang menggunakan surat rekomendasi yang digandakan," sambungnya.
Sumber : KOMPAS TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.