JAKARTA, KOMPAS.TV - Provinsi Bali sebentar lagi akan mempunyai transportasi publik berupa light rapid transit (LRT). Di Indonesia, LRT saat ini baru ada di Jabodebek dan Palembang, Sumatera Selatan. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan, Pembangunan LRT Bali akan dimulai pada 2024.
"Kita harap groundbreaking early next year, awal tahun depan, kita bisa groundbreaking karena itu studinya sudah lama dilakukan, tapi karena terbentur COVID-19, tadi kita hidupkan lagi," kata Luhut kepada wartawan, usai rapat terbatas soal transportasi publik bersama Presiden Joko Widodo di di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Ia menjelaskan, Bali membutuhkan LRT karena pada 2026 diprediksi akan terjadi penumpukan penumpang di Bandara Ngurah Rai Bali. Mereka mayoritas wisatawan yang akan berwisata ke Bali, namun terkendala transportasi publik.
Kata Luhut, dalam rapat itu Presiden Jokowi menginstruksikan agar studi LRT Bali dilanjutkan, seperti halnya studi untuk LRT Bogor. Rencananya, LRT Bali akan beroperasi dari Bandara Ngurah Rai ke Seminyak hingga ke Canggu.
"Dari lapangan terbang sampai ke Seminyak dan kalau perlu nanti terus sampai ke Canggu itu 20 kilometer, dan nanti kita sedang pertimbangkan memasukkan harga tiket 1 dolar AS, 2 dolar AS, setiap penumpang pakai tidak pakai, sehingga dengan pembiayaan publik juga akan bisa jalan," ujarnya.
Baca Juga: Minta LRT Diteruskan ke Bogor, Jokowi: Sekarang Penuh Terus
Di kesempatan berbeda, Dinas Perhubungan (Dishub) Bali menyatakan pihaknya memang tengah menyiapkan transportasi publik yang ramah lingkungan. Seperti LRT atau MRT. Hal ini sejalan dengan target pemerintah Indonesia untuk bebas emisi atau net zero emission pada 2060.
“Khusus dalam konteks perhubungan, transportasi saat ini menjadi sektor penyumbang emisi tertinggi nomor dua, satunya pembangkit energi. Dari sisi perhubungan strateginya pertama kita akan mendorong penggunaan moda transportasi ramah lingkungan melalui saat ini teknologi kendaraan listrik,” kata Kepala bidang Multi Moda Dishub Bali I Kadek Mudarta, seperti dikutip dari Antara, Rabu (27/9).
“Emisi itu banyak dihasilkan kendaraan bahan bakar fosil, dan akan lebih parah kalau jumlahnya besar dan kemacetan. Kalau kita lihat satu kendaraan dengan 1 liter BBM menempuh 50 km, tapi rasanya di perkotaan akan jauh lebih di bawah (karena macet), sehingga emisinya lebih besar, jadi mau tidak mau Bali mengarah ke transportasi publik,” ujarnya.
Ia mengungkap, dari data yang dihimpun Dishub Bali pada tahun 2027 mendatang Pulau Dewata akan kedatangan 27 juta penumpang dari Bandara I Gusti Ngurah Rai. Sehingga sebelum kemacetan yang saat ini terjadi semakin parah maka harus segera terealisasi.
Sementara itu, dari hasil survei KemBali Becik terhadap pariwisata, nyatanya wisatawan yang datang ke Bali turut membawa emisi. Mengacu data BPS 2022, terdapat 10,2 juta wisatawan yang datang ke Bali, dan dari perhitungan tim KemBali Becik wisatawan saat itu menghasilkan 3,5 juta ton CO2.
Baca Juga: Jokowi Keluarkan 5 Instruksi terkait Transportasi Publik, Ada soal Diskon Harga Tiket dan LRT Bogor
“Proyeksi total emisi Bali pada tahun 2022 sekitar 5,5 juta ton CO2, artinya emisi gas rumah kaca yang disumbangkan wisatawan adalah sebesar 64 persen dari total emisi Bali,” tutur Project Lead KemBali Becik Michelle Winowatan.
LRT Bali ini akan digarap oleh investor asal Korea Selatan, yang tengah melakukan studi kelayakan. Pada Mei 2023 lalu, Kementerian Perhubungan menandatangani nota kesepahaman dengan CEO Korean National Railway (KNR) Kin Hanyoung dan CEO Korea Overseas Infrastructure & Urban Development Cooperation (KIND) Kang Hoon Lee di Seoul, Korsel, Selasa (30/5).
"Studi kelayakan atau FS ini nantinya akan didanai melalui skema bantuan atau official development assistance (ODA) dari Korsel. Sementara untuk pendanaan konstruksinya akan dilakukan melalui skema KPBU," ucap Menhub.
KPBU adalah kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha. Selain LRT Bali, dua investor asal Korsel itu juga tertarik dengan pengembangan MRT Jakarta.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pernah menyatakan LRT Bali akan dibangun di bawah tanah untuk jalur tertentu.
Baca Juga: Pemerintah Jamin Kereta Cepat, Rachmat Gobel: APBN Jadi Tak Adil, Harusnya untuk Kemaslahatan Umum
"Kita sepakat dengan model LRT ini dengan jalur bawah tanah atau tunnel untuk rute yang memang tidak ada pilihan lagi seperti BRT maupun trem. Hanya untuk kajian biaya dan model apakah KPBU atau mix dengan loan harus dibahas detail," kata Suharso dalam pertemuan dengan Gubernur Bali I Wayan Koster pada 2022 lalu, dikutip dari Antara.
Usai pertemuan itu, Koster mengatakan sistem transportasi di Bali sangat memerlukan sentuhan desain kebijakan yang komprehensif. Sistem tersebut juga perlu segera ada perubahan signifikan. Hal ini mengingat pertumbuhan dan jumlah kunjungan wisatawan makin tinggi, sedangkan sarana transportasi massal terbatas.
"Kami titip ke Pak Menteri agar rencana ini sampai jadi, bukan untuk semata-mata bagi Bali, tetapi untuk Indonesia," ucap Koster.
Baca Juga: TikTok Indonesia Buka Suara usai Pemerintah Larang Jualan, Sebut Berdampak pada Jutaan Orang
Seperti kata Luhut, kajian soal LRT Bali sebenarnya sudah dilakukan sebelum pandemi.
Turut hadir dalam rapat dengan Bappenas dan Pemprov Bali, adalah perwakilan Korea National Railway (KNR) Sunghee Choo. Ia megatakan, pihaknya sudah sejak tahun 2020 berusaha meyakinkan pemerintah Indonesia agar investasi pembangunan LRT Bali dapat disetujui dan dijalankan.
"Kami sangat serius untuk membangun sistem transportasi LRT di Bali. Kami berharap segera diberi kesempatan untuk memulai feasibility study," katanya.
Sumber : Kompas.tv, Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.