JAKARTA, KOMPAS.TV- Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel menegaskan, proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) sudah selesai. Sehingga, seharusnya menjadi tanggung jawab badan usaha, bukan beban APBN.
Ia menilai Peraturan Menteri Keuangan No.89/2023 yang mengatur tentang penjaminan kereta cepat, membuat APBN menjadi tak adil bagi pemajuan kesejahteraan umum, apalagi ada unsur investasi asing.
“APBN menjadi terikat secara permanen dan selamanya terhadap sebuah kegiatan badan usaha. Tentu APBN menjadi tak adil. APBN itu untuk kemaslahatan umum," kata Gobel seperti dikutip dari laman resmi DPR, dpr.go.id, Jumat (22/9/2203)
"Ini bisa membuat Presiden Jokowi yang sudah memiliki banyak legacy luar biasa dalam memimpin Indonesia, tercederai dan menimbulkan persepsi negatif,” tambahnya.
Baca Juga: Nama Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Whoosh, Dianggap Lebih Baik Ketimbang Shinkansen dan TGV
Politisi Fraksi Partai NasDem tersebut mengatakan, ketika Pemerintah melahirkan Peraturan Presiden (Perpres) No.93/2021, masih bisa dimengerti karena untuk mewujudkan dan menyelesaikan proyek kereta cepat yang sedang dalam tahap pembangunan.
Perpres itu tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
"Walaupun itu menunjukkan ada sesuatu yang tak beres dalam perencanaan. Akibatnya, Pemerintah melakukan penyertaan modal negara (PMN) untuk KAI sebesar Rp7,5 triliun, yaitu 2021 Rp4,3 triliun dan 2022 Rp3,2 triliun. Dana PMN ke KAI itu sepenuhnya untuk kereta cepat,” tutur Gobel.
Tapi kini, pembangunan proyek kereta cepat sudah selesai sehingga segala biaya mestinya sepenuhnya berada dalam tanggung jawab badan usaha.
“Jangan bawa-bawa APBN lagi, apalagi secara permanen,” ujarnya.
“Bukan tidak setuju terhadap kereta cepat. Dari awal saya sangat mendukung kereta cepat, tapi dukungannya dalam batas kewajaran dan kepatutan dalam konteks kemaslahatan publik yang luas. Jadi tak perlu berlebihan. Mestinya biarkan itu bersifat B to B saja,” tegasnya.
Baca Juga: Aturan Lengkap APBN Jadi Jaminan Kereta Cepat, Uang Negara Dipakai Kalau KAI Gagal Bayar
Sebagai informasi, pada 1 Oktober 2015, Pemerintah mengumumkan bahwa China memenangi proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. China menang terhadap Jepang karena empat hal.
Pertama, tidak menggunakan dana APBN. Kedua, skema kerja sama business to business. Ketiga, tidak meminta penjaminan dari pemerintah. Keempat, biaya lebih murah, yaitu USD5,595 miliar dibandingkan usulan Jepang USD6,223 miliar.
Selanjutnya 16 Oktober 2015 dibentuk perusahaan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Perusahaan itu merupakan konsorsium BUMN Indonesia-China. Pada 6 Oktober 2015, pemerintah juga sudan menerbitkan Perpres No.107/2015 sebagai landasan hukum proyek kereta cepat itu. Konsorsium Indonesia dipimpin Wijaya Karya.
Pada 21 Januari 2016, Presiden melakukan groundbreaking di Walini. Namun, acara itu tak dihadiri Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan.
Sumber : dpr.go.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.