JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan akan bertemu dengan Managing Director IMF Kristalina Georgiva, untuk membahas permintaan IMF agar Indonesia mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor nikel.
Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi mengatakan, pertemuan itu akan dilakukan akhir Juli atau awal Agustus mendatang. Luhut akan menjelaskan visi Indonesia terkait hilirisasi.
“Menko Luhut nantinya akan ke Amerika dan berencana bertemu dengan Managing Director IMF untuk menjelaskan visi kami ini dengan lebih detail. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk menjalin dialog yang konstruktif dan berbagi tujuan kita dalam menciptakan Indonesia yang lebih berkelanjutan, adil, dan sejahtera,” kata Jodi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/6/2023).
Ia menyatakan, Luhut menegaskan sikap Indonesia sebagai negara berdaulat dan sedang berkembang, yang ingin memperkuat perannya dalam proses hilirisasi.
Baca Juga: DPR Rapat Dengan Bos-Bos Smelter Nikel, Protes Karena Pakai Bahasa Asing Hingga Dugaan Penyelundupan
"Merujuk kepada peningkatan nilai tambah produk kami, bukan hanya sebagai pengekspor bahan mentah,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia juga menegaskan komitmen untuk membangun ekonomi yang berkelanjutan dan progresif, yang melibatkan semua lapisan masyarakat Indonesia.
Ia menerangkan, konsep hilirisasi tidak hanya mencakup proses peningkatan nilai tambah. Tetapi juga tahapan hingga daur ulang, yang merupakan bagian integral dari upaya Indonesia untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan menekankan pentingnya keberlanjutan.
“Kami tidak memiliki niat untuk mendominasi semua proses hilirisasi secara sepihak. Tahapan awal akan kami lakukan di Indonesia, namun tahapan selanjutnya masih dapat dilakukan di negara lain, saling mendukung industri mereka, dalam semangat kerja sama global yang saling menguntungkan,” tuturnya.
Baca Juga: Jokowi Beri Pesan Soal Hilirisasi Industri: Pergantian Presiden Tentukan Nasib Investasi
Jodi menegaskan, hilirisasi yang dijalankan Indonesia selaras dengan amanat UUD 1945 pasal 33 ayat (3) yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk keberlanjutan dan kemakmuran rakyat.
Sebelumnya, dalam dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia, ada catatan terkait rencana hilirisasi nikel di Indonesia.
IMF mengimbau Indonesia untuk mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap pembatasan ekspor nikel dan tidak memperluas pembatasan ke komoditas lainnya.
IMF menilai, Indonesia harus melaksanakan kebijakan hilirisasi yang berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut.
IMF juga meminta Indonesia untuk mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
Baca Juga: Kembali Puji Jokowi, Prabowo: Strategi yang Luar Biasa Adalah Hilirisasi
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Indonesia juga sudah memberikan pernyataan tentang laporan IMF itu.
Airlangga menyebut pihaknya akan tetap memperjuangkan hak negara untuk hilirisasi.
“Itu bukan hanya rekomendasi IMF, tapi juga keputusan dari WTO (Organisasi Perdagangan Dunia). Tapi, kita akan terus banding. Karena yang kita ekspor bukan Tanah Air, tapi nilai tambah,” kata Airlangga pada Selasa (27/6/2023).
Selain memperjuangkan hak hilirisasi, Indonesia juga ingin membebaskan diri dari bentuk kolonialisme baru.
Airlangga menilai, permintaan IMF untuk memaksa Indonesia tetap mengekspor komoditas nikel merupakan salah satu bentuk regulasi imperialisme.
Baca Juga: Instruksi Jokowi, LRT Jabodebek akan Sampai Bogor dan Bekasi, ke Jakarta Tak Perlu Lewat Tol
Menurutnya, tak seharusnya negara lain memaksakan kehendak kepada suatu negara dalam membuat kebijakan tertentu.
Oleh karena itu, Indonesia akan tetap mempertahankan haknya untuk memperoleh nilai tambah dari komoditas dan melakukan pembatasan ekspor nikel secara bertahap.
Dalam dokumen tersebut, IMF menyebut kebijakan harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Selain itu, kebijakan juga perlu dibentuk dengan mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
Kebijakan Indonesia terkait nikel juga pernah mendapat penolakan dari Uni Eropa.
Baca Juga: Mulai 24 Juni- 9 Juli, Jam Operasional Semua Unit Rekreasi di Ancol Buka Seperti Akhir Pekan
Uni Eropa menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan berhasil memenangkan gugatan pada Oktober 2022 lalu.
WTO menilai kebijakan larangan ekspor nikel Indonesia telah melanggar Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) XX (d) GATT 1994.
Namun, Airlangga menegaskan Indonesia akan terus mengajukan banding.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.