Ia pun juga belajar di Makkah untuk memperdalam agama dan belajar ke pada sejumlah ulama terkemuka antara lain Syekh Muhammad Baqir, Syekh Muhammad Sa'id Yamani, Syekh Ibrahim Madani, Syekh Jamal Maliki, Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi dan lain-lain.
Ia pun pulang ke Indonesia dan sempat mendirikan di Pesantren Denanyar, Jombang, sepulang dari Makkah. Pesantren kini dikenal sebagai salah satu pesantren terbesar dan berpengaruh di Indonesia.
Sedari zaman Revolusi, KH Bisri Syansuri sudah turut serta bergerak melawan penjajah. Ia bersama beberapa ulama, termasuk ulama berpengaruh KH Wahab Chasbullah mendirikan Tashwirul Afkar yang kelak di kemudian hari menjadi Nadhlatul Ulama.
Semasa kemerdekaan, ia pun terlibat dalam pembentukan negara dan terlibat dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan menjadi anggota Konsituante 1956 hingga pemilu 1971.
Lantas, ketika KH Wahab Chasbullah berpulang, pada tahun 1972 beliau diberi amanah menjadi Rais Aam PBNU, pucuk tertinggi ulama di organisasi Nahdlatul Ulama.
Dari sinilah kisah perlawanan KH Bisri Syansuri ke Orde Baru kian menguat. Apalagi, di tahun-tahun tersebut, Soeharto sedang kuat-kuatnya.
Lantas, muncul ide dari Orde Baru membuat UU Perkawinan yang isinya dianggap oleh para ulama saat itu jauh dari watak hukum agama. Ia pun mengerahkan para ulama untuk membahas RUU bikinan Orde Baru ini. Akhirnya KH Bisri menolak hingga membuat RUU tandingan.
RUU Perkawinan tandingan bikinan ulama ini akhirnya dibicarakan dalam forum di DPR. Waktu itu KH Bisri Syansuri jadi Ketua Majeli Syuro PPP dan anggota DPR tahun 1972-1980.
Baca Juga: KH Sholeh Darat, Ulama Tanah Jawa dan Guru RA Kartini
Ketika itu NU ambil bagian dalam politik, dan masih berada dalam bagian PPP akibat politik penyatuan partai Orde Baru. Dalam persidangan, dikisahkan para kiai ini harus berhadapan dengan anggota DPR dan perwakilan dari para jenderal.
“Para jenderal yang saat itu memiliki nama dan wewenang yang cukup besar, seperti Soemitro, Daryatmo dan Soedomo harus berhadapan dengan Kiai Bisri yang terkenal tidak mengenal kompromi fikih secara ketat,” demikian tulis H Abd Aziz Masyhuri, dalam bukunya Al-Magfurlah KH Bisri Syansuri, Cita-cita dan Pengabdiannya.
Beberapa hal yang tidak disetujui rancangan dari pemerintah Orde Baru itu antara lain, soal pencatatan pernikahan, persoalan iddah, sampai perkara hak anak akibat hamil di luar nikah.
Hingga akhirnya, sejarah mencatat, UU perkawinan yang dimotori oleh ulama dan KH Bisri Syansuri disahkan dan dikenal hingga kini.
Setelah mengabdikan hampir seluruh hidupnya untuk umat, sosok ini berpulang pada umur 93 tahun, tepatnya pada tanggal 25 April 1980. Beliau dimakamkan di komplek Pesantren Denanyar, Jombang.
Makamnya sampai sekarang ramai dikunjungi oleh peziarah dan ribuan santri dari pelosok negeri.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.