Kompas TV cerita ramadan risalah

Biografi HOS Tjokroaminoto, Pemimpin SI yang Dijuluki "Raja Jawa Tanpa Mahkota"

Kompas.tv - 10 April 2022, 10:49 WIB
biografi-hos-tjokroaminoto-pemimpin-si-yang-dijuluki-raja-jawa-tanpa-mahkota
Biografi HOS Cokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam dan dijuluki Raja Jawa tanpa Mahkota. (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Dian Nita | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV - Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau HOS Tjokroaminoto dikenal sebagai tokoh pendidikan dan juga pahlawan nasional yang memperjuangan kemerdekaan Indonesia.

HOS Tjokroaminoto merupakan pemimpin dari organisasi pertama di Indonesia yakni Sarekat Dagang Indonesia (SDI) yang menjadi Sarekat Islam (SI).

Ia juga menjadi pelopor gerakan Serikat Buruh di Indonesia yang hingga kini beberapa ideologinya masih digunakan. 

HOS Tjokroaminoto dijuluki sebagai Raja Jawa Tanpa Mahkota. Bukan tanpa sebab, dalam tubuhnya mengalir darah bangsawan dan ulama tapi memilih menjadi kromo (orang biasa).

Berikut biografi HOS Tjokroaminoto dan perjuangannya, yang dikumpulkan dari berbagai sumber.

Baca Juga: Biografi Abah Guru Sekumpul, Ulama Berpengaruh asal Kalimantan Selatan yang Dicintai Umat

Profil HOS Tjokroaminoto

HOS Tjokroaminoto lahir 16 Agustus 1882 di Ponorogo, Jawa Timur yang saat itu masih wilayah Hindia Belanda.

Tjokroaminoto merupakan anak kedua R.M. Tjokroamiseno dari 12 bersaudara. Ayahnya menjabat sebagai wedana Kleco, Magetan.

Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo.

HOS Tjokroaminoto adalah keturunan langsung dari Kiai Ageng Hasan Besari dari Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo.

Pekerjaan Hos Tjokroaminoto

Ia sudah meniti karir sebagai juru tulis sejak muda. Awalnya ia menjadi juru tulis Patih di Ngawi setelah lulus dari sekolah Opleiding School Voor Inlandche Ambtenaren (OSVIA).

Pada tahun 1906, ia memutusakan untuk pindah dan menetap di Surabaya serta bekerja sebagai juru tulis di firma Inggris Kooy & Co.

Tjokroaminoto mulai menetap di Surabaya  menjadi periode krusial yang mengawali perkembangan karir politiknya sebagai tokoh penting pergerakan anti kolonial.

Tjokroaminoto juga melanjutkan pendidikannya di sekolah kejuruan Burgerlijk Avondschool (BAS), jurusan Teknik Mesin.

Saat itu usianya 24 tahun, yang merupakan usia tua di banding rata-rata siswa BAS yang memulai sekolah pada umur 16 dan lulus di usia 19.

Baca Juga: Mengenang Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari, Ulama Pendiri NU yang Wafat 7 Ramadan 1336 H

Oleh karena itu, Tjokroaminoto tampil sebagai sosok pemimpin di lingkungan siswa BAS yang membawa teman-temannya sebagai kalangan terpelajar muda Surabaya.

HOS Tjokroaminoto dan SI

Sarekat Islam (SI), sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi. 

SDI merupakan organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia, merupakan tempat perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang politik Belanda.

Menurut jurnal Sarekat Islam sebagai Kelanjutan Boedi Oetomo: H.O.S. Tjokroaminoto dan Awal Kebangkitan Nasional di Kota Surabaya, 1908 – 1912, keterlibatan Tjokroaminoto dalam SI dimulai saat ia meniadi pemimpin gerakan Boedi Oetomo di kota Surabaya.

Karena keterbatasan, Tjokroaminoto bermaksud menggulirkan pembentukan Boedi Oetomo dengan melibatkan kalangan priayi.

Namun karena suatu hal Tjokromanoto gagal untuk mendapatkan dukungan dari  kalangan priayi dan pejabat tinggi pribumi.  

Tjokroaminoto pun diminta oleh Haji Samanhudi untuk bergabung dalam organisasi Sarekat Dagang Islam di Surakarta.

Ia diminta untuk mempersiapkan regulasi yang dibutuhkan organisasi dan penanganan manajemen. 

Baca Juga: Kisah Ukasyah, Ahli Surga yang Justru Ingin Mencambuk Rasulullah

Pada tahun 1912, HOS Tjokroaminoto yang didapuk sebagai pemimpin mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI). 

Hal ini dilakukan supaya organisasi tidak hanya bangkit dalam anggota ekonomi, tapi juga dalam anggota lain seperti politik.

Pada Kongres pertama yang diadakan pada Januari 1913, Tjokroaminoto mencetuskan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, melainkan untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu anggotanya yang mengalami kesusahan ekonomi serta mengembangkan kehidupan relijius.

Raja Jawa Tanpa Mahkota

Setelah memimpin SI, Tjokroaminoto meninggalkan gelar kepriayiannya.

Oleh Belanda, HOS Tjokroaminoto dijuluki sebagai De Ongekroonde van Java atau "Raja Jawa Tanpa Mahkota"

Setelah berubah menjadi SI, Tjokroaminoto membawa organisasi ini kepada Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg untuk mendapat pengesahan. 

Namun, permintaan pengesahan itu tidak disetujui. Meski demikian, SI secara lokal tetap mendapat status badan hukum. 

Sejak saat itu, keanggotaan SI pun meningkat hingga tercatat mencapai 2,5 juta orang. 

HOS Tjokroaminoto pun dianggap sebagai Ksatria Piningit bagi para pribumi. Sementara bagi pemerintah Hindia Belanda, Tjokroaminoto merupakan sosok yang harus diperhitungkan perjuangannya. 

HOS Tjokroaminoto dan Soekarno

Tjokroaminoto adalah salah satu pelopor pergerakan di indonesia dan sebagai guru para pemimpin-pemimpin besar di Indonesia. 

Rumahnya sempat dijadikan rumah kost para pemimpin besar untuk menimba ilmu padanya, yaitu Semaoen, Alimin, Muso, Ananda Hirdan, Imran Halomoan, bahkan Fajri Hamonangan pernah berguru padanya. 

Dari berbagai muridnya yang paling ia sukai adalah Soekarno hingga ia menikahkan putrinya Siti Oetari dengan presiden pertama RI itu. 

Baca Juga: Mengenal Syekh Nawawi Al-Bantani, Ulama Indonesia yang Jadi Imam Besar Masjidil Haram

Beberapa kutipan HOS Cokroaminoto yang terkenal antara lain “Setinggi- tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar- pintar siasat".

Soekarno bahkan memegang teguh apa yang pernah dikatakan Tjokroaminoto yaitu “Pemimpin yang Hebat Menulis Seperti Jurnalis, Berbicara Seperti Orator”.

Wafat

Tjokroaminoto meninggal di Yogyakarta, Indonesia, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun.

la meninggal setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin.

HOS Tjokroaminoto lantas diberikan gelar Pahlawan Nasional dan jasadnya dimakamkan di TMP (Taman Makan Pahlawan) Pekuncen, Yogyakarta.




Sumber : Kompas.com, uny.ac.id, jurnal researchgate




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x