JAKARTA, KOMPAS.TV- Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyatakan, tindak pidana pencucian uang (TPPU) merupakan tindak pidana yang bisa didalami dan ditindaklanjuti jika terdapat tindak pidana asal atau predicate crime.
Terkait pemberitaan mengenai transaksi Rp300 triliun yang beredar di lingkungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai, Wamenkeu menegaskan bahwa bukan masalah jumlahnya yang besar.
Tetapi permasalahan menelisik satu per satu keterkaitan antara pidana pajak serta kepabeanan dan cukai dengan siapa saja yang menerima uang.
“Itu sebenarnya memang betul bisa ratusan triliun. Tetapi cara kami melakukan ini kan benar-benar harus didalami," kata Suahasil seperti dikutip dari Antara, Kamis (16/3/2023).
Baca Juga: Jokowi Segera Umumkan THR PNS 2023, Tahun Lalu Abdi Negara Dapat Segini
Adapun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meneliti dan mendalami tindak pidana pajak serta kepabeanan dan cukai.
Ketika tindak pidana tersebut dikembangkan menjadi TPPU, dasarnya berupa laporan intelijen dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berupa laporan transaksi dan analisis terkait tindak pidana pajak atau kepabeanan dan cukai.
“Undang-Undang (UU) mengenai TPPU itu mendaftar apa saja yang bisa menjadi tindak pidana asal tersebut," ujarnya.
Baca Juga: Batas Akhir Lapor SPT Pajak Tahunan, Catat 2 Tanggal Ini Biar Tak Kena Sanksi!
Sejak tahun 2010, sambung dia, Ditjen Pajak telah melakukan 17 kasus tindak pidana pencucian uang yang terbukti sudah masuk ke pengadilan dan sudah terdapat vonis atas kasus tersebut.
Ia menambahkan, dengan adanya UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, pihak-pihak terkait harus membuktikan bahwa harta dan aset yang diperoleh bukan dari hasil pencucian uang dalam proses pembuktian apabila ditengarai melakukan pencucian uang.
Jika tidak bisa dibuktikan, Suahasil mengungkapkan aset yang ditengarai bisa diambil, dimana saat ini sudah terdapat aset Rp7 triliun yang bisa diambil karena tidak dapat dibuktikan sebagai bukan bagian dari pencucian uang oleh pihak-pihak terkait tersebut.
"Ini pun sudah dilaporkan juga oleh PPATK, dilaporkan juga oleh Ditjen Pajak karena memang kami bekerja sama dengan sangat erat,” ucapnya.
Setelah publik dikejutkan dengan pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD soal transaksi janggal Rp300 triliun. Namun beberapa hari lalu, PPATK dan Kemenkeu kompak menyatakan jika transaksi itu bukan korupsi pegawai Kemenkeu dan bukan TPPU.
Baca Juga: Temuan Transaksi Janggal Rp300 T di Kemenkeu, Peneliti ICW: Pidana atau Tidak, Harus Ditindaklanjuti
Terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni pun mempertanyakan cepatnya kesimpulan itu diambil oleh kedua pihak, sebelum ada pengusutan tuntas.
"Ini publik sudah terlanjur dibuat bingung oleh banyaknya narasi yang beredar. Jadi saya minta temuan ini tolong benar-benar diusut tuntas," kata Sahroni kepada media di Jakarta, Rabu (15/3).
Ia pun meminta kepada Kemenkeu, PPATK, dan aparat penegak hukum untuk membuka kasus ini dengan jelas.
"Kalau sudah clear, para pemangku kepentingan punya tanggung jawab untuk buka kasus ini seterang-terangnya kepada publik. Kok bisa isunya tiba-tiba clear, dan disimpulkan secepat itu?" ujar Sahroni.
Ia tidak ingin jika nantinya temuan ini menguap begitu saja. Jika memang bukan korupsi dan bukan TPPU, jangan sampai informasi soal transaksi mencurigakan Rp300 triliun ini malah jadi fitnah untuk Kemenkeu.
Baca Juga: PPATK Sebut Transaksi Rp 300 triliun Terkait Tindak Pidana Asal Kepabeanan dan Perpajakan!
Sahroni juga meminta publik untuk membantu mengawasi jalannya kasus ini.
"Dua hal yang saya soroti dari temuan besar ini. Pertama, jangan sampai karena terlanjur mendapat perhatian yang begitu besar, kasus ini jadi seakan-akan dihentikan. Kedua, lebih mengerikan lagi kalau ternyata kasus ini jadi sekedar fitnah akibat informasi awal yang kurang akurat. Sebab efek dari narasi ini telah berimbas langsung kepada suatu lembaga," tuturnya.
"Publik wajib awasi perkembangan kasus ini lewat berbagai macam platform, salah satunya bisa melalui media sosial. Namun saya minta juga (publik) jangan sampai memberikan desakan-desakan yang basisnya fitnah dan belum teruji kebenarannya. Sama-sama kita kawal kasus ini dengan bijak dan rasional," tandasnya.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.