JAKARTA, KOMPAS.TV - Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, Kementerian Keuangan telah menerima daftar nama 134 pegawai Direktorat Pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan tertutup, sejak Jumat (10/3/2023) lalu.
Kepemilikan saham tersebut menggunakan nama istri mereka. Daftar tersebut adalah hasil temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan hasil analisis pangkalan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Sedang kita analisis saat ini untuk kami memastikan kesesuaian nama termasuk usahanya apa," kata Yustinus seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (13/3/2023).
Ia menyampaikan, Inspektorat Jenderal (Itjen Kemenkeu) akan menganalisis data itu dengan hati-hati. Pasalnya, tidak ada larangan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk memiliki saham, baik di perusahaan tertutup maupun terbuka.
Tapi, PNS tetap harus melaporkan informasi terkait bisnis yang dijalankan, serta memastikan tidak terdapat konflik kepentingan dalam operasionalnya.
Baca Juga: Polda Bali Sita Lamborghini dari WN Rusia, Nunggak Pajak Rp104 Juta
Dalam daftar KPK, disebutkan PNS Kemenkeu punya saham di perusahaan tertutup. Artinya perusahaan tersebut dibuat oleh mereka sendiri atau bersama dengan pihak lain, dan sahamnya tidak dibuka ke publik.
"Itu harus dijaga betul," ujar Yustinus.
"Itu tidak melarang itu, yang dilarang itu penyalahgunaan wewenang dan juga konflik kepentingan," katanya.
Mengutip pemberitaan Kompas TV sebelumnya, Pengamat Pajak Bastanul Siregar mengatakan, pegawai pajak sah-sah saja mempunyai saham untuk investasi. Ia mencontohkan dalam LHKPN banyak PNS menyampaikan memiliki harta dalam bentuk surat berharga.
"Surat berharga itu bisa saham bisa juga Surat Berharga Negara (SBN) atau obligasi," kata Bastanul saat dihubungi Kompas TV, Kamis (9/3/2023).
"Ketika PNS punya saham sebenarnya sah-sah saja. Yang enggak boleh itu jika saham itu menjadi alat atau modus PNS untuk mencari uang atau trading harian. PNS itu ya termasuk TNI Polri juga," ucapnya.
Ia menyampaikan, PNS tidak boleh menjadi trader saham harian, karena akan mengganggu konsentrasi mereka bekerja.
Baca Juga: MUI Ingatkan Masyarakat Tetap Bayar Pajak, Minta Abaikan Kelakuan Buruk Pegawai Kemenkeu
Kalau jadi insider trading itu, misalkan dia pegawai pajak, dia tahu perusahaan X akan dapat proyek dari Direktorat Jenderal Pajak, lalu dia beli duluan saham itu. Jadi saat kinerja saham perusahaan itu bagus karena kerja sama dengan DJP, dia sudah tahu duluan," ujarnya.
Dalam Peraturan Pemerintah No 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, memang tidak disebutkan jika PNS tidak boleh mempunyai saham. Pasal 5 huruf a hanya menyebutkan, PNS dilarang menyalahgunakan wewenang.
Kemudian dalam huruf f PP yang sama tertulis, PNS dilarang untuk memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen, atau surat berharga milik negara secara tidak sah.
Bastanul mengakui, dengan tidak adanya pengawasan yang konsisten, masih sulit untuk mencegah PNS menjadi insider trading.
Kecuali pemerintah menerapkan sistem Single Identity Number (SIN) atau Nomor Identitas Tunggal. SIN ini bisa memonitor terjadinya percobaan atau upaya melakukan korupsi.
"Negara seperti Jepang saja masih kesulitan mengatur soal insider trading yang memang rumit ini," ucapnya.
Baca Juga: Saat KPK Lupa Kantongi Indikasi Pencucian Uang Rafael, Firli ke Mahfud: Saya Belum Tahu, Bos!
"Tapi dengan adanya SIN, jangankan beli saham, beli mobil bekas saja akan terdeketsi. Akan tercatat di polisi itu lalu terkoneksi ke data di Ditjen Pajak. Sayang Indonesia belum bisa terapkan SIN," ucapnya.
Bastanul menuturkan, dengan sistem ini semua transaksi bisa terdeteksi. Jadi tidak ada lagi wajib pajak yang bisa menyembunyikan hartanya dan berani melakukan kongkalikong. Karena datanya terbuka. Termasuk para pegawai pajak sendiri tak akan berani.
"Kalau sekarang, misalkan Anda punya tanah 10, lalu yang anda laporkan hanya 5. Apakah pegawai pajak akan tahu? Tidak akan. Mereka juga enggak akan negecek satu-satu," tuturnya.
Bastanul bilang, menerapkan SIN Pajak ini butuh political will. Malaysia, Singapura, Thailand, dan bahkan Estonia sudah menerapkan sistem nomor identitas tunggal ini. Indonesia masih ketinggalan.
"Ini tidak bisa diterapkan karena yang menghambat soal itu ya Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri. Kementerian Keuangan terlihat malas kalau soal pengawasan," ucapnya.
Sumber : Kompas.com, Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.