JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo telah menugaskan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) untuk membereskan permasalahan seputar tenaga non-ASN atau karyawan honorer.
Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas menyatakan, saat ini sejumlah opsi alternatif sedang dibahas bersama DPR, DPD, dan asosiasi pemerintah daerah pada semua tingkatan, mulai gubernur hingga bupati/wali kota.
“Bapak Presiden Jokowi berharap ini ada jalan atau opsi terbaik. Tadi pagi beliau juga kembali menginstruksikan. Artinya tenaga honorer ini benar-benar dipikirkan opsi terbaiknya oleh pemerintah sesuai arahan Presiden,” kata Anas dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/02/2023).
Anas mengatakan, sebenarnya per 2018, sisa Tenaga Honorer hanya sekitar 444.687 orang, yang disebut sebagai Tenaga Honorer Kategori II/THK 2. Jumlah itulah yang seharusnya dituntaskan penataannya.
Karena sejak 2018, semua instansi pemerintah dilarang lagi mengangkat tenaga Non-ASN dan diberi waktu paling lama 5 tahun untuk menyelesaikan penataannya, sampai dengan November 2023.
Namun, karena berbagai dinamika dan kebutuhan pelayanan, pengangkatan tenaga non-ASN masih dilakukan.
Baca Juga: Berlaku November 2023, Ini Aturan Penghapusan Tenaga Honorer yang Bikin Kepala Daerah Pusing
“Pada sisi lain, memang tidak bisa dipungkiri bahwa tenaga honorer sangat membantu dalam penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk sektor pendidikan dan kesehatan,” ujar Anas.
Dia menjelaskan, berdasarkan pendataan dan validasi data jumlah tenaga non-ASN terbaru, totalnya mencapai 2,3 juta sebagai data dasar Tenaga Non-ASN.
Namun, dari jumlah tersebut, hanya 1,8 juta yang diiringi surat pertanggungjawaban mutlak (SPTJM) dari pejabat pembina kepegawaiannya termasuk kepala daerah.
“Saat ini, Kementerian PANRB secara maraton telah bertemu dengan Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia), Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia), dan APPSI (Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia) untuk mencari opsi terbaik bagi penataan tenaga non-ASN," tutur Anas.
"Jadi pemerintah pusat tidak mau seenaknya sendiri, tapi kami mendengar suara daerah sebagai salah satu pengguna terbanyak tenaga non-ASN,” katanya.
Kementerian PANRB juga berkonsultasi dan mendapat banyak masukan dari komisi terkait di DPR dan DPD.
“Kami juga telah dan terus konsultasi dengan teman-teman di DPR maupun DPD, karena beliau-beliau juga punya concern terhadap masalah ini,” sebutnya.
Anas memaparkan, terdapat sejumlah opsi yang saat ini masih diperdalam.
Baca Juga: Batas Masa Jabatan Presiden 2 Periode Digugat ke MK oleh Guru Honorer, Ini Alasannya
“Semua pembahasan opsi-opsi maupun alternatif kebijakan yang ada akan kami laporkan kepada Bapak Presiden,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta Azwar Anas untuk mencari solusi terhadap kepegawaian tenaga honorer di daerah.
Hal ini menyusul ditemukan masih ada ribuan tenaga honorer di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota yang belum diangkat sebagai pegawai tetap atau aparatur sipil negara (ASN).
Padahal, menurutnya, rekrutmen tenaga honorer sewaktu menjadi Wali Kota Surakarta sudah dihentikan.
"Saat saya masih Wali Kota itu sebetulnya sudah 100 persen disetop. Itu saya enggak tahu kenapa bisa muncul ribuan lagi. Itu yang masih dirumuskan untuk dicarikan jalan tengah," kata Presiden dalam Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Tahun 2023 di Balikpapan yang disiarkan dalam akun YouTube Sekretariat Presiden Kamis (23/2/2023).
"Tadi pagi saya telepon ke Menpan RB bahwa urusan itu masih digodok, tetapi saya minta agar dicarikan jalan tengah yang baik," ujarnya.
Baca Juga: Ganjar Minta Bupati & Walikota Perhatikan Kesejahteraan Guru Honorer: Minimal Terima Gaji Sesuai UMK
Adapun, isu terkait dengan tenaga honorer yang masih banyak itu diutarakan oleh Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor yang juga sebagai Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) periode 2022—2023.
Dalam acara pra-Rakernas APPSI, Gubernur Isran meminta dukungan kepala daerah untuk mempertahankan tenaga honorer, terutama guru.
Mengutip dari situs resmi APPSI, Isran menilai kepala daerah harus mempertimbangkan bersama dampak penghapusan tenaga honorer.
"Apabila penghapusan tenaga honorer terjadi, kurang lebih empat juta orang dengan asumsi satu tenaga honor menghidupi satu istri dan dua anak. Bisa dibayangkan, setidaknya ada 12 juta orang yang bergantung hidup dari kerja tenaga honor," katanya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.