JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo meminta Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Azwar Anas untuk mencari jalan tengah, terkait masalah tenaga honorer di daerah.
Seperti diketahui, pemerintah akan menghapus tenaga honorer di instansi pemerintahan. Namun jumlah tenaga honorer di daerah masih sangat banyak. Padahal aturan itu akan diterapkan mulai 28 November 2023.
Seperti yang tertera dalam Surat Edaran yang diterbitkan KemenPAN RB, saat masih dipimpin oleh almarhum Tjahjo Kumolo.
Adapun latar belakang diterbitkannya SE itu adalah berupa pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal tersebut berisi pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK. Selanjutnya pasal 8 UU yang sama menyebutkan, pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara.
Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. PP tersebut berisi:
1. Pasal 96, ayat (1) berbunyi PPK dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Ayat (2) berbunyi larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah yang melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Baca Juga: Heran Tenaga Honorer Masih Ada, Presiden Jokowi Colek Menpan RB
2. Pasal 99 ayat (1) berbunyi pada saat peraturan pemerintah ini mulai berlaku, pegawai non-PNS yang bertugas pada instansi pemerintah termasuk pegawai yang bertugas pada lembaga non struktural, instansi pemerintah termasuk pegawai yang bertugas pada lembaga non struktural, serta instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum/badan layanan daerah.
3. Kemudian lembaga penyiaran publik, dan perguruan tinggi negeri baru berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Dosen dan Tenaga Kependidikan pada Perguruan Tinggi Negeri Baru sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, masih tetap melaksanakan tugas paling lama 5 tahun.
4. Lebih lanjut Pasal 99 ayat (2) berbunyi Pegawai Non-PNS dalam jangka waktu paling lama 5 tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK diundangkan pada tanggal 28 November 2018, dengan demikian pemberlakuan 5 tahun sesuai Pasal 99 ayat (1) jatuh pada Tanggal 28 November 2023 yang mewajibkan status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah terdiri dari 2 jenis kepegawaian, yaitu PNS dan PPPK. Artinya mulai 28 November 2023 sudah tidak ada lagi tenaga honorer.
Berdasarkan latar belakang tersebut dan dalam rangka penataan ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, para Pejabat Pembuat Komitmen diminta untuk:
a. Melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan/diberikan kesempatan mengikuti seleksi Calon PNS maupun PPPK.
Baca Juga: Stand Up Daus: Gaji Guru Honorer sama Kayak Rental PS | Audisii SUCI Liga Komunitas
b. Menghapus jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN.
c. Dalam hal instansi pemerintah membutuhkan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan dan satuan pengamanan dapat dilakukan melalui tenaga alih daya (outsourcing) oleh pihak ketiga dan status outsourcing tersebut bukan merupakan tenaga honorer pada instansi yang bersangkutan.
d. Menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023.
e. Bagi Pejabat Pembina Kepegawaian yang tidak mengindahkan amanat sebagaimana tersebut di atas dan tetap mengangkat pegawai non-ASN akan diberikan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan dan dapat menjadi bagian dari objek temuan pemeriksaan bagi pengawas internal maupun pengawas eksternal pemerintah.
Tenaga honorer hanya bisa beralih status kepegawaian dengan tes seleksi dari pemerintah. Yaitu lewat seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan CPPPK.
Meski begitu, pemerintah telah mempermudah tenaga honorer agar bisa lulus tes seleksi dengan menurunkan nilai skor yang dibutuhkan (passing grade).
Baca Juga: Kebahagiaan Muhammad Arsyad Bedda, Guru Honorer yang Ditetapkan Sebagai PNS Jelang Masa Pensiun
Saat membuka Rakornas Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (23/2/2023), Jokowi menyatakan Azwar Anas masih menggodok pelaksanaan penghapusan tenaga honorer.
"Yang terakhir, kemarin Pak Ketua APPSI menanyakan mengenai urusan tenaga honorer, betul Pak? Yang di beberapa provinsi, kabupaten, dan kota masih banyak. Tadi pagi saya telepon ke Menpan-RB bahwa urusan itu masih digodok," kata Jokowi.
"Tetapi saya minta agar dicarikan jalan tengah yang baik karena ada yang masih, di provinsi itu masih ribuan, ada di kabupaten/kota yang ratusan, itu angka-angka yang perlu kita pikirkan bersama-sama," ucapnya.
Menurut Jokowi, saat ia menjabat sebagai Wali Kota Solo, larangan penggunaan tenaga honorer sebenarnya sudah ada. Sehingga saat itu tidak ada pemda yang merekrut tenaga honorer.
"Tetapi saat saya masih wali kota, itu sebetulnya sudah 100 persen disetop tapi enggak tahu kok muncul lagi, bisa ribuan lagi. Itu yang masih dirumuskan untuk dicarikan jalan tengahnya. Saya tadi pagi saya minta kepada Menpan-RB, dan tolong kalau nanti sudah diputuskan bisa kita laksanakan bersama-sama," tutur Jokowi seperti dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.