JAKARTA, KOMPAS.TV- Saat pandemi dan perang Rusia-Ukraina menghantam dunia, banyak negara di dunia yang mengalami resesi dan krisis ekonomi. Yang masih segar di ingatan, saat pemerintah Sri Lanka menyatakan negaranya sebagai negara bangkrut, karena tidak mampu membayar utang luar negerinya.
Harga-harga di Sri Lanka melonjak tajam, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terjadi, dan rakyat mengamuk merangsek masuk ke istana presiden. Krisis juga mampir di negara maju seperti Inggris, yang bahkan membuat anak-anak sekolah kelaparan karena orangtuanya tak mampu menyediakan bekal makan siang.
Global Crisis Response Group Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan, sekitar 1,6 miliar orang di 94 negara menghadapi setidaknya satu dimensi krisis pangan, energi, dan sistem finansial.
Mengutip Kompas TV, Jumat (30/9/2022), berikut adalah daftar negara yang mengalami krisis ekonomi:
1. Afghanistan
Afghanistan sudah terguncang krisis ekonomi buruk sejak Taliban mendepak pemerintahan yang disokong Amerika Serikat (AS) pada Agustus 2021 lalu. Berkuasanya Taliban seiring kebijakan Washington dan sekutu NATO yang menarik pasukannya dari Afghanistan.
Bantuan asing yang selama ini menjadi penopang ekonomi Afghanistan pun terhenti. Berbagai pemerintahan juga memberlakukan sanksi, menangguhkan transfer bank, melumpuhkan perdagangan, serta menolak mengakui pemerintahan Taliban.
Baca Juga: Sri Mulyani Nilai Inggris Krisis Karena Kebijakan Ekonomi Negara Itu Sendiri
Pemerintahan Joe Biden sendiri membekukan 7 miliar dolar AS cadangan mata uang asing Afghanistan yang berada di AS. Sekitar setengah populasi Afghanistan terancam kekurangan pangan yang parah dan kebanyakan pekerja publik, termasuk dokter dan guru, tidak dibayar selama berbulan-bulan.
2. Argentina
Sekitar empat dari 10 warga Argentina dalam kondisi miskin dan bank sentral di Buenos Aires kekurangan cadangan devisa di tengah melemahnya mata uang negara itu.
Inflasi di Argentina pun diproyeksikan melampaui 70 persen pada 2022. Jutaan warga Argentina dilaporkan mengandalkan dapur umum dan program-program kesejahteraan masyarakat yang disokong gerakan sosial kuat yang terkait partai berkuasa saat ini.
Belakangan ini, kesepakatan Buenos Aires dengan IMF untuk merestrukturasi 44 miliar dolar AS utang luar negeri dipertanyakan atas konsesi yang dikritik justru menghalangi pemulihan ekonomi.
3. Mesir
Warga Mesir telah menderita oleh program-program reformasi yang memuat kebijakan penghematan seperti pemangkasan subsidi bahan bakar, air, dan listrik.
Baca Juga: Lima Resesi dan Krisis Ekonomi Terbesar dalam Sepanjang Sejarah
Bank sentral negara itu telah menaikkan suku bunga untuk mengekang inflasi dan mendevaluasi mata uang, meningkatkan kesulitan membayar utang luar negeri Mesir yang sudah tinggi.
Cadangan devisa bersih milik Mesir pun menurun. Untuk membantu kesulitan ekonomi Mesir, negara tetangganya, yakni Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab telah menjanjikan 22 miliar dolar AS dalam bentuk deposit dan investasi langsung.
4. Laos
Laos merupakan salah satu negara dengan perkembangan ekonomi tercepat sebelum pandemi. Tingkat utang luar negeri Laos meningkat.
Seperti Sri Lanka, Vientiane kini tengah berbicara dengan kreditur tentang bagaimana membayar utang miliaran dolar AS mereka.
Isu pembayaran utang luar negeri Laos terhitung mendesak, mengingat lemahnya keuangan pemerintah. Menurut Bank Dunia, cadangan devisa Laos setara atau kurang dari nilai impor selama dua bulan.
Depresiasi mata uang Laos hingga 30 persen memperburuk keadaan. Juga, harga-harga yang melambung serta tingkat pengangguran karena pandemi memperparah kemiskinan.
Baca Juga: Kenali Krisis Ekonomi dan Resesi, Perbedaan dan Kemungkinan Dampaknya
5. Lebanon
Lebanon, sebagaimana Sri Lanka, memiliki kombinasi faktor-faktor beracun penyebab krisis ekonomi seperti kolapsnya mata uang, meroketnya inflasi, ancaman kelaparan, kurangnya pasokan kebutuhan pokok, serta kelas menengah yang menyusut.
Lebanon juga menderita akibat perang sipil berkepanjangan. Pemulihan pasca-perang pun dihambat disfungsi pemerintahan dan serangan-serangan teror.
6. Myanmar
Dampak pandemi Covid-19 di Myanmar diperparah dengan kudeta militer terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi pada Februari 2021 silam. Kudeta pun berbuntut sanksi-sanksi Barat yang menyasar sektor komersial penggerak ekonomi yang dikuasai militer.
Ekonomi Myanmar berkontraksi hingga 18 persen pada tahun lalu, kemudian diproyeksikan hampir tidak bertumbuh sama sekali pada 2022.
Lebih dari 700.000 orang terpaksa mengungsi atau terusir dari rumah oleh konflik bersenjata dan kekerasan politis.
Situasi Myanmar disebut tidak jelas. Sehingga, proyeksi ekonomi global Bank Dunia tidak memasukkan Myanmar untuk tahun 2022-2024.
Baca Juga: Beda dari Resesi Ekonomi, RI Pernah Alami Krisis Ekonomi Parah pada 1998
7. Turki
Keuangan pemerintah yang semakin buruk dan defisit modal serta perdagangan melengkapi masalah menumpuknya utang luar negeri Turki serta tingginya angka pengangguran. Inflasi Turki pun mencapai lebih dari 60 persen.
Bank Sentral Turki terpaksa menggunakan cadangan devisa untuk mengatasi krisis mata uang. Pemotongan pajak dan subsidi bahan bakar untuk meredam dampak inflasi telah melemahkan keuangan pemerintah.
Warga Turki kini disebut kesulitan membeli makanan dan bahan pokok lain. Utang luar negeri Turki pun mencapai 54 persen dari jumlah GDP negara itu.
8. Zimbabwe
Inflasi di Zimbabwe kini tengah melampaui 130 persen, memicu ketakutan bahwa negara itu akan kembali ke masa hiperinflasi pada 2008 yang mencapai 500 miliar persen.
Zimbabwe sendiri saat ini tengah mendolarisasi sebagian besar ekonominya seiring ketidakpercayaan terhadap mata uang dalam negeri. Namun, Zimbabwe disebut kesulitan mendapatkan uang kertas yang diperlukan di tengah meningkatnya permintaan terhadap dolar AS.
Ekonomi Zimbabwe sendiri saat ini diterpa de-industrialisasi, korupsi, rendahnya investasi, ekspor rendah, serta utang luar negeri tinggi selama bertahun-tahun. Banyak keluarga di Zimbabwe yang terpaksa mengurangi makan karena sulit memenuhi kebutuhan.
Baca Juga: Bujet Bulanan Menipis karena Harga-harga Naik, Ini Daftar Investasi dengan Modal Kecil
9. Suriah
Dalam catatan terakhir inflasi Suriah pada Agustus 2021, besarannya mencapai 139,46 persen. Angka itu naik dari bulan sebelumnya sebesar 133,67 persen.
Suriah yang terus dilanda konflik menjadi salah satu negara yang sangat kesulitan dari sisi ekonomi. Daya beli masyarakatnya pun menjadi salah satu yang terburuk di dunia.
10. Sudan
Sudah menjadi negara berikutnya dengan inflasi tertinggi mencapai 125,4 persen pada Juli 2022. Inflasi tersebut sejatinya turun sejak April 2022 sebesar 220,7 persen.
11. Venezuela
Venezuela menjadi negara kaya minyak yang mengalami inflasi tinggi, mencapai 114,1 persen pada Agustus 2022. Sejatinya, inflasi Venezuela sudah berada dalam tren penurunan. Pada April, inflasi tercatat sebesar 222,3 persen
Negara ini pun sempat dinyatakan gagal. Apalagi, rekor inflasinya pernah mencapai 334 persen.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.