JAKARTA, KOMPAS.TV – Kepala daerah yang tidak mengikuti sistem pengupahan baru sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 akan dikenai sanksi. Pasalnya, ada sejumlah daerah yang menetapkan upah minimum lebih tinggi dari simulasi awal.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, kepala daerah yang menetapkan UMP di luar ketentuan PP No 36/2021 akan dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sanksi yang diatur di undang-undang itu berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentian permanen.
”Sanksinya akan sesuai dengan surat edaran Menteri Dalam Negeri. Itu yang akan dijadikan pegangan. Jadi, terkait kepatuhan ini, nanti akan menjadi ranahnya Kementerian Dalam Negeri,” kata Anwar, Selasa (23/11/2021), dilansir dari Kompas.id.
Menteri Dalam Negeri juga sudah menyampaikan surat kepada para gubernur terkait dengan penetapan upah minimum. Dalam surat itu disampaikan sanksi kepada gubernur yang tidak memenuhi kebijakan pengupahan.
Diketahui, upah minimum provinsi (UMP) 2022 sudah resmi diumumkan oleh setiap kepala daerah. Data rekapitulasi pengumuman UMP oleh Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) menunjukkan, dari total 34 provinsi, sebanyak 28 provinsi menetapkan upah minimum sesuai dengan formula baru yang diatur di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Baca Juga: Nasib Tenaga Kontrak di NTT, Gaji Dikurangi Jauh dari UMP
Kemudian, dua provinsi, yaitu Nusa Tenggara Barat dan Maluku, belum menetapkan upah minimum. Serta, empat provinsi yang menetapkan upah minimum di atas simulasi berdasarkan PP No 36/2021. Keempat provinsi itu adalah Sulawesi Tenggara (Sultra), Riau, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sultra menetapkan UMP lebih tinggi 5,37 persen atau Rp 134.578 di atas simulasi. Berdasarkan simulasi, UMP Sultra naik 0,94 persen atau sebesar Rp 24.002.
Riau menetapkan kenaikan UMP 0,68 persen di atas simulasi atau lebih tinggi Rp 19.783. Simulasi UMP Riau awalnya naik 1,05 persen atau naik Rp 30.216.
Papua Barat menaikkan UMP dengan selisih 0,6 persen di atas simulasi atau lebih tinggi Rp 18.660. Simulasi UMP untuk Papua Barat awalnya adalah naik Rp 46.739 atau naik 1,49 persen.
Terakhir, NTT menaikkan UMP dengan selisih 0,47 persen di atas simulasi atau lebih tinggi Rp 9.126. Sedangkan, simulasi awalnya, UMP NTT naik 0,81 persen atau Rp 15.874.
Secara terpisah, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional Surnadi mengatakan, selama ini belum pernah ada sanksi yang berat, seperti pemberhentian kepala daerah. Bagi gubernur yang tidak mengikuti surat edaran menteri biasanya akan diberikan teguran lisan. Akan tetapi, menurutnya, kebijakan sanksi pada tahun ini akan lebih tegas.
”Kali ini akan lebih serius, tidak main-main, karena sistem pengupahan itu sudah masuk program strategis nasional,” kata Surnadi, yang merupakan perwakilan unsur serikat buruh.
Lebih lanjut, ia menilai, penetapan UMP oleh para gubernur bisa berbeda dari simulasi awal karena beragam faktor, seperti nuansa kepentingan politik di daerah.
”Ini yang paling berpengaruh. Karena, dari dulu penetapan upah itu memang sangat politis. Selain itu, bisa jadi juga gubernur menyesuaikan dengan kondisi perekonomian di daerahnya yang jelas berbeda dari kondisi nasional,” tuturnya.
Baca Juga: Jangankan Gaji UMP, 80 Persen Buruh di NTT Tak Dapat THR Selama Puluhan Tahun
Sumber : Kompas TV/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.