JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan sejumlah pertimbangan terkait pemerintah yang akan mengubah atau menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan.
Rencana ini sejalan dengan kenaikan target penerimaan cukai dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2022.
Ada lima aspek yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk menaikkan CHT. Pertama, aspek kesehatan sebagai pengendalian prevalensi perokok anak.
Kedua, aspek tenaga kerja, terutama buruh pada industri hasil tembakau (IHT). Ketiga, keberlangsungan para petani tembakau. Keempat, hitungan dampak kenaikan tarif cukai rokok terhadap penerimaan negara.
Kelima, pemberantasan rokok ilegal. "Ini faktor yang menentukan kenaikan cukai rokok tahun depan," kata Sri Mulyani saat konferensi pers RAPBN 2022, Senin (16/8/2021).
Namun, Sri Mulyani belum membeberkan besaran kenaikan tarif tersebut. Tetap, eskalasi kebijakan tarif cukai rokok telah tercantum dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2022 dan menjadi salah satu pendorong penerimaan cukai tahun depan.
Baca Juga: Tembakau Sumbang Penerimaan Cukai Terbesar dengan Nilai Rp 88,54 Triliun di Semester I-2021
Adapun target penerimaan cukai rokok tahun 2022 dipatok sebesar Rp 203,92 triliun. Angka ini naik 11,9 persen dibandingkan dengan outlook tahun 2021.
"Cukai rokok ada target kenaikan, seperti biasa kami akan memberikan penjelasan mengenai policy cukai rokok begitu kami sudah merumuskan beberapa hal dalam penetapan tarifnya," pungkasnya.
Selain kebijakan tarif, pemerintah akan melanjutkan intensifikasi dan ekstensifikasi cukai, termasuk implementasi pengenaan cukai produk plastik.
Akan tetapi, pemerintah akan mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19 dan melihat pemulihan ekonomi tahun depan sebelum menerapkan kebijakan tersebut.
Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Sarmidi Husna berpendapat, kenaikan tarif cukai tiap tahun tidak hanya berdampak pada perusahaan, melainkan juga pada petani tembakau.
Menurutnya, kenaikan tarif cukai rokok periode 2015-2020 menyebabkan penurunan produksi rokok 7,47 persen. Dari 348,1 miliar batang menjadi 322 miliar batang.
Hal tersebut mempengaruhi kesejahteraan petani tembakau. "Tenaga kerja yang terlibat dalam IHT mulai dari hulu ke hilir sekitar 6,2 juta mayoritas Nahdliyin (warga NU)," terang Sarmidi, seperti dikutip dari Kontan.co.id.
Baca Juga: Sri Mulyani Jabarkan 4 Aspek Pertimbangan Kenaikan Tarif Cukai Rokok 2022
Sumber : Kompas TV/Kontan.co.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.