JAKARTA, KOMPAS.TV- Untuk mengejar target penerimaan pajak, pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai ( PPN) tahun depan. Rencana itu pun kembali disebut Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Senin, (24/05/2021).
"Kita melihat PPN menjadi sangat penting dari sisi keadilan atau jumlah sektor yang harus tidak dikenakan atau dikenakan. Ada multitarif yang mungkin menggambarkan afirmasi," kata Sri Mulyani dalam rapat yang disiarkan langsung lewat kanal YouTube Komisi XI DPR RI.
Menurut Sri Mulyani, skema multitarif PPN mampu menciptakan asas keadilan karena tarif PPN akan lebih murah untuk barang/jasa tertentu, sementara lebih mahal untuk barang mewah.
Ia juga mengatakan pemerintah akan menerapkan PPN final (goods and service tax/GST) untuk barang/jasa tertentu.
Baca Juga: Tahun Depan, Menkeu Sri Mulyani Berencana Naikkan Tarif PPN
"Ini membuat PPN relatif comparable dan kompetitif dibanding negara lain. Reformasi di bidang pajak didesain untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan," ujarnya.
Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memang masih mengkaji rencana tersebut. Ada 2 skema pengenaan PPN yang dipertimbangkan Kemenkeu.
Kepala Subdit (Kasubdit) Humas Direktorat P2P DJP Ani Natalia menjelaskan, skema pertama adalah tarif tunggal (single-tariff). Artinya, hanya ada 1 tarif yang berlaku untuk pungutan PPN. Sistem inilah yang dianut Indonesia saat ini, yakni dengan tarif PPN sebesar 10 persen.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, pemerintah masih bisa menaikkan tarif PPN hingga 15 persen.
Baca Juga: Ekonom Minta PPN Ditanggung Pemerintah, Sri Mulyani Bilang PPN Mau Naik di 2022
"Dalam UU Nomor 46/2009 tentang PPN, sebenarnya pemerintah sudah diberi wewenang untuk menaikkan tarif PPN sampai dengan 15 persen, namun belum pernah dilakukan," kata Ani kepada awak media, Selasa (11/05/2021).
Skema tarif yang kedua adalah skema tarif berganda (multi-tariff) yang memberlakukan perbedaan besaran tarif PPN.
Untuk barang-barang dan jasa yang diperlukan orang banyak dan sifatnya kebutuhan, biasanya dikenai tarif PPN yang lebih rendah dibandingkan dengan barang dan jasa yang sifatnya bukan kebutuhan pokok.
Menurut Ani, skema yang kedua ini sudah diterapkan oleh banyak negara.
Baca Juga: Pengusaha Minta Kenaikan PPN Ditunda Hingga 2024
"Terkait PPN multi tarif, juga masih dalam kajian, dan tentunya perubahan tarif dari single-tarif ke multi-tariff harus melalui perubahan UU tentang PPN," ujar Ani.
Anin mengklaim, tarif PPN di Indonesia termasuk kelompok tarif yang rendah di dunia dan juga lebih rendah dari tarif rata-rata PPN global yang sebesar 15,4 persen. Ada sekitar 124 negara yang mengenakan PPN di atas 10 persen.
Dalam rencana postur APBN 2022, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp1.499,3 triliun hingga Rp1.528,7 triliun. Angka itu lebih tinggi dari proyeksi tahun ini, yang sebesar Rp1.444,5 triliun.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.