JAKARTA, KOMPAS.TV- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyatakan, Indonesia membutuhkan dana sebesar Rp6.445 triliun untuk kebutuhan investasi di sektor infrastruktur.
Dana itu dibutuhkan untuk pembangunan pada 2020 hingga 2024.
Kepala BKF Febrio Kacaribu menyatakan, infrastruktur dasar yang perlu dibangun adalah air bersih dan sanitasi, akses listrik rumah tangga, perumahan, jalan non tol, fasilitas kesehatan, dan fasilitas pendidikan.
Sedangkan infrastruktur pendukung produktivitas yang perlu dibangun adalah infrastruktur energi, jalan akses utama dan tol, pelabuhan, kereta api, bandara, serta teknologi informasi dan komunikasi.
Dari kebutuhan itu, pemerintah memproyeksi hanya mampu memenuhi 37% atau sebesar Rp2.385 triliun.
Sehingga, jika dirata-rata, beban APBN per tahun untuk membiayai infrastruktur mencapai Rp 600 triliun.
Baca Juga: Menteri PUPR Pastikan Tak Ada Proyek Infrastruktur Mangkrak Sampai 2024
"Hal ini menjadi tantangan karena kemampuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tersebut relatif terbatas," kata Febrio dalam Seminar Nasional Sekuritisasi Aset yang diadakan secara virtual, Rabu (24/3/2021).
Pemerintah berharap, kontribusi pihak swasta sebesar Rp2.706 triliun atau 42% dari total dana yang dibutuhkan.
Sedangkan sisanya yaitu 21% atau Rp1.353 triliun dibiayai oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Selain proyek infrastruktur 2020-2024, pemerintah juga memiliki daftar proyek strategis nasional (PSN).
Untuk 2021 saja, terdapat 38 proyek yang masuk daftar PSN dengan nilai investasi Rp464 triliun.
Baca Juga: Ke Jawa Timur, Presiden Jokowi Tinjau Vaksinasi dan Resmikan Infrastruktur
"Pembangunan PSN akan dilakukan dengan berbagai skema, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), penugasan BUMN, dan skema lainnya," terang Febrio.
Namun, ia menegaskan, mayoritas PSN akan dibiayai lewat skema KPBU.
Menurut Febrio, swasta akan ikut mendanai proyek infrastruktur sebesar 50% dari nilai PSN.
"Dibutuhkan skema pembiayaan inovatif untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang lebih besar. Hal ini jadi perhatian pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," pungkas Febrio.
Baca Juga: Pemerintah Tandatangani Kontrak Infrastruktur Senilai Rp 12,5 Triliun
Untuk membiayai infrastruktur, pemerintah tidak bisa mengandalkan penerimaan pajak.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu pun mengupayakan pendanaan infrastruktur berkelanjutan melalui pasar modal dan asuransi.
Di pasar modal, sumber pendanaan bisa didapatkan dari berbagai instrumen seperti surat utang.
Surat utang sangat cocok untuk sumber pembiayaan infrastruktur karena bersifat jangka panjang.
Selain itu, ada pula Dana Investasi Infrastruktur (Dinfra) yang bisa digunakan untuk menghimpun dana investor untuk diinvestasikan pada aset infrastruktur.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.