JAKARTA, KOMPAS.TV- Pemerintah Indonesia menyambut baik hasil referendum perjanjian IE-CEPA yang digelar di Swiss pada Minggu, 7 Maret 2021. Hasil referendum itu berarti ekspor minyak sawit Indonesia diterima oleh Swiss dan bebas bea masuk impor.
Sementara ekspor Swiss ke Indonesia seperti keju, produk farmasi, dan jam juga bakal dibebaskan dari bea masuk. Sehingga, harga minyak sawit Indonesia akan lebih murah di Swiss, begitu juga harga produk Swiss yang masuk ke Indonesia akan lebih bersaing.
Mayoritas rakyat Swiss sebesar 51,6% mendukung implementasi perjanjian IE-CEPA.
Baca Juga: Beda dengan Beras, Ikan Hias Indonesia Justru Jagonya Ekspor
Referendum dilakukan lewat voting oleh masyarakat dan diputuskan di tingkat parlemen dengan tetap mempertimbangkan masukan dari berbagai stakeholder seperti organisasi non-pemerintahan (LSM).
Suara pendukung minyak sawit Indonesia berasal dari Jenewa dan Vaud. Kedua wilayah itu merupakan rumah bagi perusahaan berbasis komoditas pertanian, seperti Nestlé.
Perjanjian IE-CEPA merupakan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan negara-negara EFTA (European Free Trade Association) yang beranggotakan Swiss, Norwegia, Islandia dan Liechtenstein.
Indonesia-EFTA CEPA sendiri telah ditandatangani kedua pihak pada 16 Desember 2018 dan tengah dalam proses ratifikasi.
Baca Juga: Dunia Masih Pandemi, Ekspor China Melonjak 60%
Norwegia dan Islandia telah menyelesaikan proses ratifikasi, sementara proses ratifikasi Swiss menghadapi tantangan penolakan berupa petisi dari salah satu LSM Swiss karena isu komoditas kelapa sawit Indonesia yang dituduh merusak lingkungan.
Meskipun pemerintah Indonesia mempunyai sertifikasi minyak sawit ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) mereka tetap tak mau menerimanya. Negara-negara EFTA meminta produk sawit Indonesia harus memenuhi standar yang mereka tetapkan.
Namun para pendukung IE-CEPA berpendapat, perjanjian dagang ini justru akan mengakomodasi masuknya CPO dengan standar keberlanjutan. Karena hanya produk bersertifikasi yang akan menikmati pembebasan bea masuk.
Presiden Swiss Guy Parmelin mengatakan, perjanjian perdangangan bebas ini merupakan salah satu dukungan Swiss untuk mendorong Indonesia sebagai pengekspor CPO terbesar di dunia.
Baca Juga: Jelang Bulan Puasa, Pemerintah akan Impor Beras hingga Gula
“Untuk pertama kalinya, rakyat dipanggil untuk memberikan suara pada perjanjian perdangangan. Pemungutan suara ini bukanlah pilihan ekonomi atas hak asasi manusia dan lingkungan,” kata Parmelin dalam Konfensi Pers Terkait Kebijakan Perdagangan tersebut, dikutip dalam laman swissinfo.ch, lewat Kontan.co.id, Selasa (09/03/2021).
Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, hasil referendum menunjukkan bahwa kampanye negatif terhadap minyak sawit tidak didukung publik Swiss.
"Hal ini menunjukkan pengakuan internasional terhadap konsistensi dan komitmen Indonesia dalam menjalankan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan,” kata Airlangga dalam keterangan tertulisnya, Senin (08/03/2021).
Total ekspor Indonesia ke pasar EFTA pada tahun 2020 mencapai US$ 3,4 miliar, dengan neraca surplus bagi Indonesia sebesar US$1,6 miliar.
Baca Juga: Jokowi Minta Penggunaan Barang Impor di Proyek Pemerintah Dikunci
Sedangkan dalam 5 tahun terakhir, Indonesia rata rata mengekspor US$ 1,3 Miliar ke negara-negara EFTA.
" Dengan hasil ini berarti kerjasama IE-CEPA dapat dilanjutkan, sehingga sekitar 8.000 - 9.000 produk Indonesia akan diberikan fasilitas tarif Bea Masuk sebesar 0%," imbuh Airlangga.
Sementara total perdagangan Indonesia dengan Swiss pada 2020 mencapai US$3,09 miliar dengan nilai ekspor RI berjumlah US$2,39 miliar. Nilai ekspor RI jauh meningkat dibandingkan dengan nilai pada 2019 yang hanya mencapai US$740,71 juta.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.