Reisa mengatakan cakupan vaksinasi itu pun tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.
"Sayangnya, data menunjukkan bahwa masih ada lebih dari 20 provinsi yang belum sampai ke batas 70% untuk dosis keduanya. Dan lebih disayangkan, di antara 34 provinsi masih ada sekitar 30 provinsi yang kabupaten/kotanya belum mencapai 70%," kata Reisa.
Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan jumlah cakupan vaksinasi booster naik sekitar 15 kali lipat dalam waktu tiga bulan.
"Pemerintah pusat sendiri terus mendukung percepatan vaksinasi booster di berbagai daerah, khususnya menjelang periode ibadah atau perhelatan acara besar. Terlihat bahwa upaya ini dapat mencegah lonjakan kasus, contohnya di perhelatan MotoGP kemarin, yang tentunya dibarengi juga dengan protokol kesehatan yang ketat," kata Wiku, Selasa (05/04).
Dengan belum meratanya vaksinasi dan masih ada sekitar 20% orang yang belum memiliki imunitas, baik dari infeksi alami maupun vaksinasi, menurut epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman, Indonesia perlu waspada, tapi tidak perlu panik.
"Jumlahnya besar. Indonesia ini penduduknya besar. Dengan hampir 300 juta, 20% itu sudah jutaan, lebih besar daripada penduduk Singapura. Artinya, ini yang harus diwaspadai, dengan cara 3T, 5M, dan vaksinasi, kembali ke situ. Apapun variannya, responsnya sebenarnya sama," kata Dicky.
Dia juga mengingatkan, varian-varian baru yang muncul tidak hanya menginfeksi orang yang belum vaksinasi, tapi yang sudah divaksinasi pun masih bisa terinfeksi.
"Bahayanya akan bergantung pada seberapa bagus lansekap imunitas di daerah itu, di kabupaten/kota itu. Seberapa bagus juga kepatuhan terhadap perilaku atau budaya pencegahan atau 5M-nya. Atau seberapa program deteksi dininya, dengan 3T-nya. Ini yang harus dievaluasi dan harus ditingkatkan.
"Apalagi kita menghadapi masa mau mudik, hampir 80 juta orang bergerak. Ini yang harus dipastikan bahwa mereka punya bekal imunitas, disiplin dalam prokes. Sebetulnya kalau itu diterapkan, kita tidak perlu khawatir dengan varian ini, kalau kita sudah punya modal itu dan konsisten. Tapi tetap kewaspadaan yang harus dibangun," ujar Dicky.
Di sisi lain, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Masdalina Pane mengatakan pelonggaran pembatasan bisa dilakukan karena kondisi saat ini "lebih aman", asalkan protokol kesehatannya masih diterapkan.
"Menurut pandangan saya saat ini sudah cukup aman bagi kita untuk hidup normal, seperti biasa. Kalau XE datang ke Indonesia, mungkin akan ada peningkatan kasus tetapi itu tidak cukup signifikan untuk mempengaruhi sistem pelayanan kesehatan dan kematian," kata Masdalina.
Kata dia, karena XE masih menjadi bagian dari Omicron dan 99% hasil Whole Genome Sequencing (WGS) di Indonesia merupakan Omicron, "sebenarnya kita secara individu mampu melawan itu kecuali mereka yang komorbid, rentan, dan lansia, itu tetap harus kita perhatikan".
Oleh sebab itu, Masdalina mengatakan pembatasan yang ketat sudah tidak perlu dilakukan. Pembatasan ketat seperti karantina dari perjalanan luar negeri bisa dilakukan kembali ketika ada varian baru atau varian of concern maupun new emerging disease yang baru yang sudah dinyatakan oleh WHO.
Masdalina menjelaskan pembatasan yang terlalu ketat pun tidak akan menyelesaikan masalah pandemi.
"China selalu melakukan pembatasan yang ketat, baik warga negaranya, maupun dari luar. Apakah itu menyelesaikan masalah pandemi di sana? Tidak. Hari ini mereka mengalami peningkatan kasus selama beberapa hari terakhir.
"Sebenarnya ini yang harus kita perhatikan di dalam pengendalian wabah. Kita tidak akan pernah bisa terlepas dari penyakit berpotensi wabah, tapi bagaimana kita menghadapinya dan mengendalikannya itu merupakan hal yang krusial," kata Masdalina menambahkan.
Virus Covid-19 varian XE merupakan rekombinan dari Omicron BA.1 dan BA.2, sehingga vírus ini masih termasuk varian Omicron. Para ahli menyebutnya Omicron XE.
Subvarian Omicron ini pertama kali ditemukan di Inggris pada pertengahan Januari 2022 lalu. Hingga saat ini, Inggris mencatat ada 637 kasus Omicron XE di negaranya.
Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKSHA) menyatakan varian rekombinan terjadi ketika seseorang terinfeksi dengan dua varian atau lebih pada saat yang sama. Saat itulah terjadi pencampuran materi genetik dari dua varian virus itu di dalam tubuh pasien.
"Varian rekombinan bukanlah kejadian yang tidak biasa, terutama ketika ada beberapa varian yang beredar, dan beberapa telah diidentifikasi selama pandemi hingga saat ini. Seperti jenis varian lainnya, sebagian besar akan mati dengan relatif cepat," kata Kepala Penasihat Medis UKSHA, Profesor Susan Hopkins.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Omicron XE 10% lebih menular dibandingkan varian Omicron itu sendiri—yang bahkan sudah sangat menular. Omicron XE dikatakan sebagai virus Covid-19 yang diketahui paling menular.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.