> >

Fakta-Fakta Wafatnya Habib Hasan: Meninggal Usai Salat Dhuha hingga Diantar Ribuan Jamaah ke Makam

Jabodetabek | 14 Maret 2024, 22:36 WIB
Ribuan pelayat mengantarkan jenazah Habib Hasan bin Jafar Assegaf ke persemayaman terakhir di area Masjid Nurul Musthofa, Cilodong, Depok, Kamis (14/3/2024). (Sumber: Wartakotalive/M. Rifqi Ibnumays)

 

Meski gerimis masih mengguyur, sejumlah pelayat rela berada di tengah hujan untuk menyaksikan langsung proses pemakaman Habib Hasan.

Profil Habib Hasan

Habib Hasan bin Ja'far Assegaf, seorang figur yang dikenal dalam kalangan umat Islam ini lahir di Kramat Empang, Bogor, pada tanggal 26 Februari 1977. 

Ia merupakan anak sulung dari Habib Ja'far Assegaf dan memiliki empat saudara kandung, antara lain Habib Abdulloh, Habib Musthofa, dan Habib Sami bin Ja’far Assegaf. 

Habib Hasan, yang juga dikenal sebagai pendiri dan pemimpin Majelis Taklim Nurul Musthofa di Jakarta Selatan, menempuh pendidikan tinggi di IAIN Sunan Ampel Malang. 

Sejak kecil, ia sudah berusaha untuk memperdalam ilmu agama, belajar dari berbagai ulama besar seperti Syaikh Usman Baraja, Syaikh Abdul Qodir Ba'salamah, dan Syaikh Ahmad Bafadhol. 

Setelah lulus dari IAIN Sunan Ampel Malang, dia memutuskan untuk melanjutkan studi bersama alim ulama di Jakarta, dan beberapa tahun kemudian mendirikan Majelis Nurul Musthofa.

Majelis ini bertujuan untuk menyebarkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan mengenalkan pribadi beliau sebagai suri tauladan bagi manusia.

Habib Hasan menikah dengan Syarifah Muznah binti Ahmad Al Haddad (Al Hawi), seorang keturunan Nabi Muhammad SAW, dan dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai satu putri dan dua putra.

Baca Juga: Saatnya Berburu Takjil Buka Puasa, Es Timun Lemon dan Mie Ragit Bisa Jadi Pilihan Anda!

Pada tahun 1997, Habib Hasan bin Ja’far Assegaf memulai dakwahnya untuk pertama kalinya di Sukabumi, Jawa Barat, di mana ia berhasil mendapatkan jama’ah sebanyak lima ratus orang dengan izin Allah SWT. Namun, Habib Hasan harus kembali ke Bogor karena ibunya sakit.

Tahun berikutnya, pada tahun 1998, beliau melakukan dakwah di Palu, Timor Timur (sekarang negara Timor Leste), bersama Al-Habib Abubakar bin Hasan Alatas. 

Kemudian, tahun 1999, setelah mendapat kabar tentang meninggalnya guru beliau, Al-Habib Umar bin Hud Alatas, Habib Hasan kembali ke Jakarta. Di Jakarta, Habib Hasan melihat banyak pemuda yang terjerumus dalam kehidupan yang jauh dari ajaran agama. 

Kondisi ini mendorongnya untuk berdakwah kepada pemuda-pemuda tersebut. Meskipun belum ada celah untuk berdakwah di Jakarta, beliau kembali ke Bogor untuk membantu orangtuanya berdagang kain.

Habib Hasan menjual kain dari kampung ke kampung, bahkan dari pesantren ke pesantren, dan biasanya kain habis terjual 18 kodi sehari. Pada tahun yang sama, sekelompok pemuda dari Jakarta Selatan, Aray dan Zaenal Arifin, datang untuk berziarah ke kampung Habib Hasan di Bogor.

Meskipun mereka menginginkan Habib Hasan untuk berdakwah di Jakarta, beliau belum berniat untuk melakukannya. Namun, beberapa minggu kemudian, Allah memberikan petunjuk kepada beliau untuk berangkat ke Jakarta dan memulai dakwah, yang pertama kali dimulai di Ciganjur, Jakarta Selatan, di rumah Zaenal Arifin di Jalan Jambu Dua.

Habib Hasan pun lantas memulai dakwahnya dengan membuka pengajian ratib dan maulid Simthuddurrar secara kecil-kecilan di Jakarta. Namun, dalam beberapa hari saja, beliau menghadapi ujian baik secara fisik maupun spiritual.

Pada tahun 2000, Habib Hasan mulai mengadakan pengajian ratib yang diikuti oleh dua puluh jama’ah. Namun, jumlah peserta semakin berkurang menjadi lima belas orang dalam beberapa minggu. Meskipun demikian, beliau tetap bersemangat dalam berdakwah, tidak memandang jumlah jama’ah.

Dengan ketekunan dan kegigihan, akhirnya jumlah jama’ah yang mengikuti pengajian ini meningkat menjadi lima puluh orang, kemudian mencapai seratus orang pada tahun-tahun berikutnya. 

Untuk mengakomodasi jumlah yang semakin banyak, beliau bahkan pergi ke Solo untuk meminta izin kepada Habib Anis Al-Habsyi untuk membawakan maulid Simthuddurrar.

Setelah mendapat izin, Habib Hasan mulai mengadakan pengajian dengan menggunakan maulid Simthuddurrar, yang diadakan di wilayah Ciganjur dan Kampung Kandang. Ia juga menggagas untuk membuat acara maulid lebih meriah dengan menambahkan marawis atau ketimpring (rabana).

Pada tahun 2001, jumlah jama’ah yang mengikuti pengajian terus bertambah, dari seratus orang menjadi 150 orang, dan akhirnya mencapai 500 orang. Tahun yang sama, ia menerima kunjungan para habib, termasuk Habib Anis Al-Habsyi, yang memberikan ijazah maulid Simthuddurrar.

Pengajian ini kemudian diberi nama Majelis Ta’lim Nurul Musthofa, sebelumnya dikenal dengan nama Al-Irfan. 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU