Aksi "Gejayan Memanggil Kembali" Digelar Hari Ini, Soroti Isu Praktik Pemilu Kotor dan Intimidasi
Jawa tengah dan diy | 12 Februari 2024, 12:38 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Aksi "Gejayan Memanggil" kembali digelar hari ini Senin (12/2/2024) pukul 13.00 WIB. Kegiatan ini akan mengumpulkan peserta di Bunderan UGM (Universitas Gajah Mada), Yogyakarta, yang akan melakukan long march menuju Perempatan Gejayan, yang berjarak sekitar 2-3 kilometer dari titik kumpul.
Aksi ini bertujuan untuk menyampaikan aspirasi terkait praktik pemilu, pembangunan, hingga kemiskinan.
"Praktik-praktik pemilu kotor dipertontonkan secara telanjang oleh Jokowi, para calon pemimpin, maupun partai-partai pengusung. Dengan turut serta menggandeng sejumlah tokoh masyarakat, mereka menipu hingga mengintimidasi rakyat," tulis rilis Gejayan Memanggil dalam Instagram-nya.
Baca Juga: Tidak Dapat Surat Undangan Pemilu 2024, Apakah Bisa Mencoblos? Ini Kata KPU
"Di sisi lain, pengelolaan pembangunan semakin amburadul, kemiskinan rakyat tak pernah diatasi, ruang hidup terampas, dan pendidikan semakin mahal. Pelanggaran HAM juga tidak pernah selesai, bahkan terus bertambah," lanjutnya.
Sebelumnya film dokumenter yang mengungkap penggunaan kekuasaan dalam pemilu Indonesia "Dirty Vote" telah tayang di kanal YouTube. Film ini telah menembus lebih dari 6 juta tayangan menurut pantauan dari Kompas.TV yang merangkum dari tiga kanal penayangan.
Dokumenter ini dibawakan oleh tiga ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar, yang mendalami dan mengungkapkan dugaan penggunaan instrumen kekuasaan dalam pemilu yang dinilai merusak tatanan demokrasi di Indonesia.
Baca Juga: Begini Situasi Pemilu 2024 Bagi WNI yang Berada di Jepang, Rusia dan Mumbai
Bivitri Susanti menyampaikan bahwa film ini bukan sekadar dokumentasi, melainkan rekaman sejarah yang mengkritik rusaknya demokrasi di Indonesia.
"(Film) bercerita tentang dua hal. Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung," kata dia dalam keterangannya, Minggu.
"Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi," lanjutnya.
Kedua, lanjut dia, adalah tentang penyalahgunaan kekuasaan. Padahal, dalam negara hukum yang demokratis, nepotisme haram hukumnya.
Baca Juga: Profil dan Sepak Terjang 3 Pakar Hukum yang Tampil Dalam Film Dokumenter Dirty Vote
Dokumenter ini mendapat respons dari berbagai pihak, termasuk dari tim kampanye nasional Prabowo-Gibran dan TPN Ganjar-Mahfud, yang masing-masing memberikan tanggapan terhadap isu yang diangkat oleh "Dirty Vote".
"Jadi saya pikir, memang film ini sengaja didesain, diluncurkan di masa tenang ini, karena cara-cara yang fair untuk bertarung secara elektoral sudah tidak mampu mereka lakukan. Kalau tidak suka dengan salah satu paslon, kan ini event pemilu, ya kita dukung paslon yg lain kita lakukan dengan cara-cara yang sesuai koridor elektoral,” kata Habiburokhman dalam konferensi pers pada Minggu (11/2/2024).
Sementara Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis, menilai film dokumenter Dirty Vote lebih ke arah positif.
"Banyak hal-hal yang positif yang kita bisa lihat dalam film ini, walaupun Anda tentu boleh tidak setuju dengan film ini,” ucap Todung dalam konferensi pers di Media Center TPN, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu.
Baca Juga: Cerita WNI di Singapura Ikuti Pencoblosan, Wajib Bawa Surat Undangan Pemilu dan Paspor
Penulis : Danang Suryo Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV