ASN Jakarta WFH, Puan Maharani Minta Daerah Penyangga Atur Industri Nakal Penyumbang Polusi Udara
Jabodetabek | 22 Agustus 2023, 10:51 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) bagi ASN DKI Jakarta harus didukung oleh daerah-daerah penyangga dengan mengatur industri-industri nakal penyumbang polusi udara.
Menurut Puan, pencemaran udara bukan hanya diakibatkan oleh gas buang kendaraan, tapi juga gas buang industri.
"Program WFH ASN yang sudah diinisiasi di DKI juga harus didukung dengan kebijakan dari kota-kota penyangga ibu kota, seperti dengan melakukan pengawasan ketat dan evaluasi terhadap pabrik penyumbang polusi udara,” kata Puan, seperti dilansir laman resmi DPR, Selasa (22/8/2023).
Ia menyampaikan, pemerintah juga perlu memperkuat edukasi dan sosialisasi kepada para pelaku industri untuk mendorong pemanfaatan sumber energi bersih, seperti energi matahari dan angin.
Baca Juga: ASN DKI WFH Tak Boleh Keluyuran apalagi Mudik di Jam Kerja, Harus Pakai Baju Dinas di Rumah
"Solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah polusi udara yang bisa dilakukan, ialah memperkenalkan bahan bakar berkualitas lebih baik bagi peralatan industri guna mengurangi emisi polutan udara,” ujarnya.
Politisi PDIP ini juga mendorong pemerintah agar membenahi transportasi umum yang menunjang masyarakat khususnya di kota-kota penyangga Jakarta.
Dengan begitu, ketertarikan untuk menggunakan kendaraan umum pun meningkat. Seperti diketahui, penduduk Jakarta lebih banyak saat pagi hingga sore ketimbang pada malam hari.
Lantaran masyarakat di dearah-daerah penyangga seperti Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Bodetabek) masuk ke ibu kota untuk bekerja.
Baca Juga: Gaji PNS Naik 8 Persen, Said Iqbal Minta Upah Buruh Naik 15 Persen pada 2024
“Pemerintah pusat dan daerah perlu bersinergi untuk memperbaiki akses transportasi di daerah penunjang Jakarta," ucap Puan.
"Jadi subsidinya harusnya dialihkan saja untuk perbaikan transportasi terintegrasi ke permukiman-permukiman sampai ke wilayah pinggiran, sehingga orang mau beralih moda transportasi,” sambungnya.
Puan menuturkan usai penerapan WFH bagi ASN di Jakarta, pemerintah punya pekerjaan lain yakni meminimalkan pergerakan kendaraan bermotor yang menjadi penyumbang gas karbon yang mencemari udara.
Caranya, kata dia, bisa dengan memperbanyak promosi penggunaan transportasi umum seperti KRL, bus Transjakarta, LRT maupun MRT.
Seperti diketahui, kebijakan WFH bagi ASN DKI Jakarta sudah mulai diterapkan dalam upaya mengurangi polusi udara di ibu kota dan sekitarnya.
Adapun kebijakan WFH diberlakukan dengan sistem 50 persen bagi ASN yang melaksanakan fungsi staf atau pendukung.
Baca Juga: WFH Bagi Karyawan Swasta di Jakarta Bersifat Imbauan, Pj Gubernur Heru Budi: Atur Masing-masing
Program WFH tidak berlaku bagi pegawai yang bekerja pada layanan langsung kepada masyarakat seperti RSUD, puskesmas, Satpol PP, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan hingga Dinas Perhubungan.
Kebijakan ini diambil sebagai respons atas buruknya kualitas udara di ibu kota, sekaligus untuk mengatasi kemacetan lalu lintas dalam rangka menyambut agenda internasional Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (KTT ASEAN) di Jakarta pada September 2023.
Diberitakan Kompas.tv sebelumnya, Menko Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan akan mewajibkan industri menggunakan scrubber untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek.
Secara sederhana, sistem scrubber bisa dibilang sebagai kumpulan berbagai macam alat kendali polusi udara yang dapat digunakan untuk membuang partikel dan/atau gas dari emisi gas buang industri.
Luhut mengatakan pemerintah juga akan mengurangi penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
Baca Juga: Mulai 1 Januari 2024, Hanya Dua Kelompok Masyarakat Ini yang Bisa Dapat Vaksin Covid Gratis
"Kita perlu bekerja mulai dari sektor hulu hingga hilir untuk mencapai solusi yang holistik. Untuk langkah awal yang cepat, kami akan melakukan modifikasi cuaca untuk membasahi dan mengurangi polutan di udara," kata Luhut lewat akun Instagram resminya, @luhut.pandjaitan, Jumat (18/8/2023).
"Sebagai upaya pengendalian emisi, kami akan mewajibkan industri untuk menggunakan scrubber dan mengurangi jumlah PLTU Batubara," tambahnya.
Keputusan itu dihasilkan setelah Luhut menggelar rapat bersama kementerian dan lembaga, serta perwakilan daerah Jabodetabek di Jakarta, Jumat.
Dalam rapat itu disepakati, pengendalian emisi harus berfokus pada tiga sektor yaitu transportasi, industri dan pembangkitan listrik serta lingkungan hidup.
Tindakan lain yang akan diambil pemerintah adalah perluasan dan pengetatan uji emisi kendaraan dan regulasi pembagian jam kerja
"Akan kami sampaikan kepada para perusahaan agar dapat mengurangi tingkat kemacetan yang menyebabkan peningkatan polutan di jalan," tutur Luhut.
Baca Juga: RI Masuk Endemi Covid-19, Pemerintah Sediakan Vaksin Gratis Indovac dan Inavac
"Kami juga akan terus mendorong penggunaan transportasi publik dengan meningkatkan kapasitas transportasi publik pada jam sibuk dan mengkaji pemberian insentif lebih bagi para penggunanya agar mereka termotivasi untuk beralih dari kendaraan pribadi," sambungnya.
Yang tidak kalah penting, lanjut Luhut, adalah dorongan untuk percepatan elektrifikasi kendaraan. Ia lantas mengutip data WHO yang menyebutkan polusi udara memicu 6,7 juta kematian prematur setiap tahun.
Menurutnya, dampak polusi udara memang jarang dirasakan secara langsung. Namun dampak buruknya secara jangka panjang akan memicu penurunan kualitas kesehatan masyarakat, kualitas hidup, hingga meningkatkan beban kas negara.
Luhut bilang, partikel polutan PM 2,5 yang berukuran 2,5 mikrometer, menjadi penyebab salah satu dari 10 penyakit besar yang ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan menghabiskan anggaran negara hingga Rp10 triliun.
"Saya berharap kerja sama semua pihak mampu menciptakan dampak nyata dalam penanganan kualitas udara. Bukan hanya untuk hari ini atau esok, tapi untuk anak cucu kita di masa depan," tandasnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : KOMPAS TV