Saat Pelaku UMKM Berkumpul di Mangunan: Menebar Harmoni, Merajut Inspirasi
Jawa tengah dan diy | 1 Agustus 2023, 08:30 WIBDi kampung halamannya, Anjani bukan sekadar memroduksi kain batik. Ia menciptakan motif batik sekaligus meregenerasi para pembatik cilik.
“Jadi kita nggak sekadar memproduksi batik tapi kita menciptakan motif batik khas Kota Btu yang sudah diangkat menjadi ciri khas, sudah dipatenkan,” kata peraih Satu Indonesia Award (SIA) Bidang Kewirausahaan ini.
“Saya sebagai pencipta motif batik Banteng Agung, di mana sekarang motif itu sudah menjadi motifnya para pembatik Kota Batu, bukan hanya Anjani Batik yang bisa memproduksi.”
Pada tahun 2013, Anjani mencoba meregenerasi pembatik dengan membuat komunitas pembatik cilik. Kala itu anggotanya hanya 18 orang.
Anjani pun berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mendapatkan dukungan melestarikan sekaligus melakukan regenerasi pembatik.
“Setelah kita melakukan koordinasi dengan pihak pemda, dan akhirnya pihak pemda men-support kegiatan kita,” tuturnya mengenang.
“Sekarang pembatik ciliknya udah sampai 700, karena di setiap sekolah diwajibkan ada ekstrakurikuler membatik,” tambahnya.
Ia terdiam sejenak, kemudian melanjutkan kisahnya.
Dulu, ia merasa cukup kesulitan saat akan belajar membatik. Penyebabnya, ia tidak tahu harus belajar di mana dan pada siapa.
Anjani tak ingin pengalamannya tersebut kembali dialami oleh generasi muda saat ini, mengingat batik merupakan warisan budaya dari para pendahulu.
Oleh sebab itu, Anjani mengaku tidak mau hanya memproduksi batik tanpa mewariskan keahlian itu pada generasi di bawahnya.
“Kalau kita mikirnya hanya memproduksi, sedangkan kita mencari tenaga pembatik itu susah, dan di era saya belajar membatik itu sangat bingung mau belajar di mana,” tuturnya.
“Saya nggak ingin yang terjadi di era saya terjadi di zaman sekarang.”
Kini, Anjani tak lagi khawatir kekurangan pembatik di masa depan. Sebab, ratusan siswa sekolah di daerahnya sudah memiliki keterampilan itu.
Ia pun tak ingin menyimpan sendiri keahliannya dalam berwirausaha dan memaksimalkan produk lokal. Anjani berniat menularkan pada pelaku usaha lain dengan menjadi penggerak DSA.
Pembicaraan kembali terhenti. Anjani harus mengikuti kegiatan talk show di atas panggung. Setelah berpamitan menyapa seorang pria yang tadi duduk di sampingnya, ia pun menuju panggung.
Hadirkan Pegiat Lingkungan
Suara musik masih terdengar jelas di tempat itu. Pria yang tadi duduk di samping Anjani menyapa tak kalah ramahnya.
Rupanya dia juga merupakan salah satu penerima SIA, tapi berbeda dengan Anjani, pria bernama Trisno tersebut merupakan peraih penghargaan di bidang lingkungan pada tahun 2015 lalu.
Trisno merupakan warga Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa tengah, yang dikenal dengan Desa Menari sejak tahun 2012.
“Menari itu ada dua hal, secara turun-temurun masyarakat di lereng Gunung Telomoyo, beberapa desa itu pelaku kesenian tari rakyat,” katapria yang akrab disapa kang Tris tersebut.
Tapi, lanjut Trisno, Menari dalam artian yang lebih luas merupakan akronim dari Menebar Harmoni, Merajut Inspirasi.
Sedangkan kata ‘Desa’, sengaja diambil dari Bahasa Sansekerta, ‘Des’, yang berarti kerajaan.
“Kita ingin masyarakat itu berdaulat seperti kerajaan yang bisa mandiri, mengatur dirinya sendiri dengan berbagai potensi yang ada.”
Awalnya, kata Trisno, ia bergerak di bidang konservasi, yakni konservasi profesi asli masyarakat, konservasi dolanan tradisional, dan konservasi kesenian lokal.
Setelah mengemban amanh empat pilar KBA, yakni pendidikan, kesehatan, kewirausahaan, dan lingkungan, ia pun lebih bisa memetakan pengembangan kampung ke arah empat segmen tersebut.
“Misalnya di pendidikan, sekarang kita punya ruang diskusi yang rutin kita selenggarakan, kemudian anak-anak banyak yang dapat beasiswa.”
“Tingkat pendidikan yang dulu tempat kami itu peternak, petani, yang dulu rata-rata lulus SMP sudah cukup, sekarang sudah banyak yang kuliah,” tuturnya.
Saat ini, untuk memberdayakan masyarakat lokal sekaligus memperkenalkan potensi daerahnya, Desa Menari menyiapkan sejumlah paket wisata ndeso atau pedesaan.
“Ada Sinau Urip Ndeso, kemudian Outbond Ndeso. Outbond Ndeso itu dilakukan di pedesaan dengan aktivitas ala desa, pemandu juga orang desa.”
“Kita menyinergikan dolanan tradisional dan sebagainya,” imbuhnya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV