> >

Kontroversi Kebijakan Anies Baswedan soal Sepeda

Gaya hidup | 13 Oktober 2021, 17:31 WIB
Uji coba jalur sepeda khusus jenis roadbike di Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu - Tanah Abang. (Sumber: Bimo Wicaksana / Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Selama empat tahun terakhir, Anies Baswedan memimpin DKI Jakarta. Anies sudah cukup banyak membuat kebijakan, termasuk tentang sepeda.

Anies terkesan ‘memanjakan’ pesepeda dengan sejumlah perhatian khusus dan aturan yang dibuatnya, misalnya pembangunan jalur sepeda terproteksi di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin.

Tetapi, sejumlah kebijakannya terkait pesepeda memicu kontroversi dan menuai sorotan, bahkan sempat ada usulan untuk membongkar jalur sepeda yang dibuat.

10 Persen Area Parkir untuk Sepeda

Pada Agustus 2020, Anies menandatangani Peraturan Gubernur Nomor 80 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif.

Pasal 10 Pergub itu mengatur tentang penyediaan ruang parkir khusus sepeda sebesar 10 persen dari area parkir pusat perbelanjaan dan perkantoran.

"Penyediaan ruang parkir khusus sepeda di perkantoran dan pusat perbelanjaan ditetapkan sebesar 10 persen dari kapasitas parkir," bunyi Pasal 10 Ayat 4 dalam Pergub itu.

Dilansir Kompas.com, 21 Agustus 2020, penyediaan lahan parkir tersebut merupakan salah satu cara Pemprov DKI mendorong masyarakat menggunakan sepeda sebagai sarana mobilitas selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi.

Sebelumnya, pada tahun 2019, Pemprov DKI telah membangun 63 kilometer jalur sepeda di 17 ruas jalan.

Pada tahun 2021, Anies menargetkan untuk menambah jalur sepeda sepanjang 101 kilometer, sehingga pada akhir tahun akan ada 164 kilometer jalur sepeda.

"Tambahan tahun ini (akan) ada 101 kilometer," kata Anies pada Juni lalu.

Menurutnya, penambahan jalur sepeda sejalan dengan upaya Pemprov DKI Jakarta mengubah kebiasaan masyarakat menggunakan sepeda sebagai transportasi.

Meski jalur khusus untuk sepeda sudah cukup banyak, sebagian besar jalur itu hanya ditandai dengan cat hijau bertuliskan ‘jalur sepeda’, tanpa pembatas apa pun.

Baca Juga: Hanya untuk Bike to Work, Jalur Sepeda Sudirman Thamrin Belum Dibuka Buat Olahraga

Minimnya pembatas jalur sepeda tersebut mengakibatkan jalur khusus itu tetap digunakan oleh kendaraan bermotor.

Saat ini, jalur sepeda yang terproteksi pembatas baru terdapat di Jalan Sudirman-Thamrin, yang mulai dibangun pada Februari 2021 dengan anggaran Rp30 miliar yang dikeluarkan oleh pihak ketiga atau swasta.

Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, Pemprov DKI Jakarta menjadikan sepeda sebagai prioritas kedua setelah pejalan kaki. Sebab, sepeda merupakan kendaraan yang ramah lingkungan.

"Jalur sepeda Sudirman-Thamrin memiliki cakupan yang luas terhadap jumlah kepadatan penduduk yang tinggi. Jalur ini dapat melayani 37.366 warga dari 14 kelurahan," kata Syafrin.

Fasilitas Khusus Sepeda Road Bike

Keberadaan jalur sepeda permanen Sudirman-Thamrin yang dibangun pun menuai kontroversi. Di satu sisi, jalur sepeda permanen yang berbatas beton itu dianggap dapat membuat pesepeda merasa lebih aman dan nyaman.

Namun ukurannya yang dianggap terlalu kecil menyebabkan pesepeda road bike enggan menggunakan jalur tersebut.

Sejumlah pesepeda road bike pun kerap kali tetap menggunakan jalur kendaraan bermotor saat melintas di Jalan Sudirman-Thamrin. Hal itu menyebabkan konflik antara sejumlah pesepeda road bike dengan kendaraan bermotor.

UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah mengatur bahwa sepeda harus berjalan di jalur yang telah disediakan.

Pemprov DKI kemudian memfasilitasi sepeda road bike bisa melintas jalur kendaraan bermotor di Jalan Sudirman-Thamrin pada Senin-Jumat pukul 05.00-06.30 WIB.

Pesepeda road bike juga difasilitasi untuk menggunakan Jalan Layang Non Tol Tanah Abang-Kampung Melayu pada Sabtu dan Minggu pukul 05.00-08.00 WIB.

Baca Juga: Bagaimana Pendapat Masyarakat Tentang Jalur Sepeda Roadbike | TARGET (2)

Tetapi fasilitas ini tak membuat kontroversi terkait jalur sepeda permanen Sudirman-Thamrin mereda.

Bahkan, sempat muncul usulan dari Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, untuk membongkar jalur sepeda permanen Sudirman-Thamrin.  Wacana ini disampaikan dalam rapat dengan Kapolri.

Menurutnya, keberadaan jalur sepeda permanen dapat menciptakan diskriminasi antara pengguna sepeda road bike, sepeda lipat, maupun pengguna jalan lainnya.

"Mohon kiranya Pak Kapolri dengan jajarannya, terutama ada Korlantas di sini, untuk menyikapi jalur permanen dikaji ulang, bila perlu dibongkar dan semua pelaku jalan bisa menggunakan jalan tersebut," kata dia.

Sahroni khawatir, apabila jalur sepeda permanen dipertahankan, komunitas hobi lainnya juga akan meminta dibuatkan jalur khusus kepada pemerintah.

Saat itu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan setuju apabila jalur tersebut dibongkar sambil mencari solusi terbaik untuk mengatasi persoalan yang timbul akibat adanya jalur khusus itu.

"Prinsipnya, terkait dengan jalur sepeda, kami akan terus mencari formula yang pas, kami setuju untuk masalah (jalur) yang permanen itu nanti dibongkar saja," kata Listyo.

Namun rencana pembongkaran itu mendapat penolakan dari berbagai pihak sehingga akhirnya tak jadi dilaksanakan.

Sepeda non lipat masuk MRT dan LRT

Prioritas yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada pesepeda disambut baik operator transportasi di Ibu Kota.

Sejak Maret lalu, PT Mass Rapid Transit memperbolehkan sepeda non lipat untuk masuk ke gerbong kereta.

Dimensi maksimal yang diperbolehkan, yakni 200 sentimeter x 55 sentimeter x 120 sentimeter dengan lebar ban maksimal 15 sentimeter.

Ada jam khusus untuk mengangkut sepeda non lipat, yaitu Senin-Jumat dengan pengecualian jam sibuk 07.00-09.00 WIB dan pukul 17.00-19.00 WIB.

Sementara pada hari Sabtu dan Minggu, sepeda non-lipat diperbolehkan masuk selama jam operasional kereta.

Sebelumnya, PT LRT Jakarta bahkan sudah lebih dulu menerapkan aturan yang membolehkan sepeda masuk ke gerbong kereta. Disediakan satu gerbong khusus untuk pesepeda dalam satu rangkaian kereta.

Namun, kebijakan ini juga tidak terlepas dari kritik. Salah satunya dari anggota DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak, yang membandingkan dengan kebijakan larangan membawa pikulan untuk para pedagang.

"Pedagang yang bawa pikulan saja untuk keperluan hidup, sudah tidak bisa masuk KCI (KRL) dari Bogor dan Bekasi, pesepeda (malah) dapat fasilitas," kata Gilbert dalam pesan singkat, pada 25 Maret 2021.

Gilbert mengatakan, alasan pedagang dilarang membawa barang dagangannya di KRL karena dinilai mengganggu penumpang lain. Menurut dia, membawa sepeda non-lipat ke dalam gerbong kereta jauh lebih mengganggu penumpang lain.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas.com


TERBARU