> >

Kontroversi Kebijakan Anies Baswedan soal Sepeda

Gaya hidup | 13 Oktober 2021, 17:31 WIB
Uji coba jalur sepeda khusus jenis roadbike di Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu - Tanah Abang. (Sumber: Bimo Wicaksana / Kompas TV)

UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah mengatur bahwa sepeda harus berjalan di jalur yang telah disediakan.

Pemprov DKI kemudian memfasilitasi sepeda road bike bisa melintas jalur kendaraan bermotor di Jalan Sudirman-Thamrin pada Senin-Jumat pukul 05.00-06.30 WIB.

Pesepeda road bike juga difasilitasi untuk menggunakan Jalan Layang Non Tol Tanah Abang-Kampung Melayu pada Sabtu dan Minggu pukul 05.00-08.00 WIB.

Baca Juga: Bagaimana Pendapat Masyarakat Tentang Jalur Sepeda Roadbike | TARGET (2)

Tetapi fasilitas ini tak membuat kontroversi terkait jalur sepeda permanen Sudirman-Thamrin mereda.

Bahkan, sempat muncul usulan dari Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, untuk membongkar jalur sepeda permanen Sudirman-Thamrin.  Wacana ini disampaikan dalam rapat dengan Kapolri.

Menurutnya, keberadaan jalur sepeda permanen dapat menciptakan diskriminasi antara pengguna sepeda road bike, sepeda lipat, maupun pengguna jalan lainnya.

"Mohon kiranya Pak Kapolri dengan jajarannya, terutama ada Korlantas di sini, untuk menyikapi jalur permanen dikaji ulang, bila perlu dibongkar dan semua pelaku jalan bisa menggunakan jalan tersebut," kata dia.

Sahroni khawatir, apabila jalur sepeda permanen dipertahankan, komunitas hobi lainnya juga akan meminta dibuatkan jalur khusus kepada pemerintah.

Saat itu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan setuju apabila jalur tersebut dibongkar sambil mencari solusi terbaik untuk mengatasi persoalan yang timbul akibat adanya jalur khusus itu.

"Prinsipnya, terkait dengan jalur sepeda, kami akan terus mencari formula yang pas, kami setuju untuk masalah (jalur) yang permanen itu nanti dibongkar saja," kata Listyo.

Namun rencana pembongkaran itu mendapat penolakan dari berbagai pihak sehingga akhirnya tak jadi dilaksanakan.

Sepeda non lipat masuk MRT dan LRT

Prioritas yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada pesepeda disambut baik operator transportasi di Ibu Kota.

Sejak Maret lalu, PT Mass Rapid Transit memperbolehkan sepeda non lipat untuk masuk ke gerbong kereta.

Dimensi maksimal yang diperbolehkan, yakni 200 sentimeter x 55 sentimeter x 120 sentimeter dengan lebar ban maksimal 15 sentimeter.

Ada jam khusus untuk mengangkut sepeda non lipat, yaitu Senin-Jumat dengan pengecualian jam sibuk 07.00-09.00 WIB dan pukul 17.00-19.00 WIB.

Sementara pada hari Sabtu dan Minggu, sepeda non-lipat diperbolehkan masuk selama jam operasional kereta.

Sebelumnya, PT LRT Jakarta bahkan sudah lebih dulu menerapkan aturan yang membolehkan sepeda masuk ke gerbong kereta. Disediakan satu gerbong khusus untuk pesepeda dalam satu rangkaian kereta.

Namun, kebijakan ini juga tidak terlepas dari kritik. Salah satunya dari anggota DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak, yang membandingkan dengan kebijakan larangan membawa pikulan untuk para pedagang.

"Pedagang yang bawa pikulan saja untuk keperluan hidup, sudah tidak bisa masuk KCI (KRL) dari Bogor dan Bekasi, pesepeda (malah) dapat fasilitas," kata Gilbert dalam pesan singkat, pada 25 Maret 2021.

Gilbert mengatakan, alasan pedagang dilarang membawa barang dagangannya di KRL karena dinilai mengganggu penumpang lain. Menurut dia, membawa sepeda non-lipat ke dalam gerbong kereta jauh lebih mengganggu penumpang lain.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas.com


TERBARU