Bupati Indramayu Sebut Konflik Lahan Tebu yang Tewaskan Dua Penduduk Telah Berlangsung Sejak Lama
Peristiwa | 6 Oktober 2021, 15:33 WIBINDRAMAYU, KOMPAS.TV – Bupati Indramayu Nina Agustina mendorong kepolisian menindak tegas pelaku dalam bentrokan dua kelompok warga yang berlangsung di lahan tebu wilayah Tukdana, Indramayu, Senin (4/10/2021) lalu.
“(Konflik) ini berimbas terhadap semua, terutama kepada petani. Kita boleh membela tetapi premanisme tidak diperbolehkan. Jangan ada yang menunggangi masyarakat,” ujarnya, Selasa (5/10/2021).
Dalam video yang beredar, massa membawa kayu hingga pedang. Konflik dipicu perebutan lahan tebu antara petani mitra PG Rajawali II dan sekelompok warga serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Akibat kejadian itu, dua warga Kecamatan Jatitujuh, Majalengka, meninggal dunia. Mereka adalah Dede Sutaryan dari Desa Jatiraga dan Suhenda dari Desa Sumber Kulon.
Nina menyampaikan, upaya penyelesaian konflik lahan tebu sudah dilakukan beberapa kali. Akan tetapi, sengketa terus berulang.
“Beberapa bulan lalu kita sudah ada mediasi. Tetapi, mungkin karena ketidaksabaran atau ini sudah berlarut-larut, akhirnya meledak (bentrokan),” ungkapnya.
Baca Juga: Seorang Anggota DPRD Indramayu Diduga Terlibat dalam Bentrok Berdarah Lahan Tebu Indramayu
Merunut ke belakang, sengketa lahan tebu di perbatasan Indramayu-Majalengka sudah berulang kali terjadi sejak 2014. Padahal, akhir Juli 2019, petani diajak dalam pola kemitraan untuk menyelesaikan konflik.
Dengan demikian, petani mendapatkan kepastian hukum untuk menggarap lahan dengan biaya sewa tertentu. Adapun kebutuhan produksi untuk petani diserahkan ke petani penggarap.
Pertemuan saat itu dihadiri dua LSM yang mendampingi petani penggarap. Baik dari Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan dan Aliansi Masyarakat Peduli Rakyat, sepakat dengan pola kemitraan untuk mengakhiri konflik lahan itu.
Berdasarkan sertifikat PG Rajawali II sejak 1976, lahan HGU di Indramayu seluas 6.200 hektar dan sekitar 5.800 hektar di Majalengka. Pada 2014, masa HGU diperpanjang hingga 2029.
Kepala Bagian Legal PT PG Rajawali II Karpo B Nursi mengatakan, sekitar 4.000 lahan HGU perusahaan masih dikuasai sejumlah lembaga swadaya masyarakat.
Lahan itu menjadi sengketa dan memicu konflik. “Lahan itu terbengkalai dan tidak ditanami apa-apa. Petani mitra kami ingin menggarap itu. Kami berharap program kemitraan berjalan lancar sehingga mendukung ketahanan pangan nasional, khususnya produksi gula,” ujarnya.
Baca Juga: Bentrok Berdarah Tewaskan 2 Petani di Lahan Tebu Indramayu, Polisi Amankan 20 Orang
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Kompas.id