Deposito Nasabah Hilang Rp45 Miliar, Pengacara Korban Sebut Supervisor hingga Pimpinan Cabang Lalai
Hukum | 14 September 2021, 12:04 WIBMAKASSAR, KOMPAS.TV - Syamsul Kamar, kuasa hukum nasabah bank pelat merah cabang Makassar, Andi Idris Manggabarani, membantah rilis pihak BNI yang disampaikan kuasa hukumnya, Ronny LD Janis, terkait hilangnya dana deposito milik kliennya senilai Rp45 miliar.
Diketahui, BNI dalam rilisnya mengaku telah melakukan investigasi terkait kasus hilangnya dana deposito milik nasabah yang merupakan pengusaha asal Sulawesi Selatan tersebut.
Hasilnya, BNI menyatakan ada tiga temuan utama dalam investigasi tersebut. Pertama, bilyet deposito tidak pernah diterbitkan oleh kantor cabang.
Baca Juga: BNI Beri Penjelasan soal Laporan Deposito Nasabah Rp 45 Miliar Hilang
Kedua, deposito tidak tercatat di sistem Bank BNI. Terakhir, BNI tidak menemukan adanya setoran dana nasabah untuk pembukaan deposito tersebut.
Menanggapi rilis itu, Syamsul Kamar menuturkan bahwa kasus tersebut terindikasi adanya kelemahan sistem pengawasan dan pengamanan di internal BNI.
“Kasus tersebut harus diteliti dengan seksama, mengingat bahwa kasus ini tidak berhenti pada pemalsuan bilyet deposito saja,” kata Syamsul dikutip dari Kompas.com pada Selasa (14/9/2021).
“Namun dikurasnya dana nasabah melalui rekening rekayasa atau bodong dan terjadinya transaksi nominal besar tanpa sepengetahuan nasabah.”
Syamsul menuturkan, dana senilai Rp45 miliar tersebut sebelumnya telah tersimpan (existing) di tabungan Andi Idris Manggabarani selaku pemilik rekening.
“Berdasarkan pemeriksaan Mabes Polri pada klien kami, dengan bukti transkrip rekening koran, ditemukan aliran dana dari tabungan nasabah ke rekening rekayasa (bodong),” ujarnya.
Rekening bodong tersebut diduga dibuat oleh pegawai BNI berinisial MBS yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangkadan ditahan Bareskrim Mabes Polri.
Saat ini, Bareskrim Polri sedang melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diduga menerima aliran dana dari peristiwa pidana tersebut.
“Ini tindakan melibatkan beberapa pihak dan membutuhkan persetujuan berjenjang (manajemen) sehingga pelanggaran prosedur ini dilakukan terstruktur dan sistematis," ucapnya.
Baca Juga: Dana Deposito Nasabah Bank BUMN Hilang Rp45 Miliar, Ini Kata OJK
Dalam kasus ini, Syamsul menyebut bahwa kuat dugaan manajemen tidak menerapkan prinsip know your customer (KYC) dengan tidak memverifikasi data nasabah pada sistem customer information file (CIF) yang terdaftar pada bank.
"Tidak dilakukannya dual control dan prinsip kehati-hatian dalam segala bentuk tindakan pelayanan perbankan,” tutur Syamsul.
Dia menjelaskan, pada level supervisor diduga tidak melakukan otorisasi yaitu verifikasi dan validasi oleh pihak yang berwenang, bahwa aktivitas atau transaksi sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan bank.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas.com