> >

Demo Buruh: Soroti Sejumlah Kebijakan Selama Pandemi Covid-19 Dinilai Gagal Lindungi Hak Buruh

Sosial | 1 Mei 2021, 23:18 WIB
Ratusan orang berunjuk rasa memeringati Hari Buruh Internasional di Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (1/5/2021). Salah satu titik unjuk rasa berada di sekitar Universitas Islam Negeri Walisongo. (Sumber: Kompas.id)

SEMARANG, KOMPAS.TV – Memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day, Sabtu (1/5/2021), para buruh yang berunjuk rasa menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah yang ditetapkan selama pandemi Covid-19 dinilai gagal melindungi hak-hak buruh.

Sekitar 500 orang dari kalangan mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat di Kota Semarang, Jawa Tengah hadir dalam unjuk rasa tersebut.

Melansir dari Kompas.id, Sabtu (1/5/2021), pengunjuk rasa terdiri dari elemen mahasiswa, buruh tani, nelayan, buruh, dan sejumlah organisasi masyarakat sipil lainnya.

Elemen masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) Jawa Tengah menggelar aksi di dua titik, yaitu di jalan depan Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo dan di sekitar Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Aksi dimulai sekitar pukul 09.00 WIB.

Koordinator aksi, Dwi Prasetyo, menyebutkan tiga kebijakan yang dinilai gagal melindungi buruh di antaranya yaitu, Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19.

Baca Juga: Ada Nisan Bertuliskan "RIP UU Cipta Kerja" di Demo Buruh

“Kebijakan ini memberi kelonggaran bagi pengusaha dalam menentukan besaran upah sesuai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Padahal, sejatinya ada ketimpangan posisi tawar antara pengusaha dan pekerja atau buruh, yang juga berpotensi terjadi pemotongan upah,” paparnya.

Kedua, Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dwi menilai kebijakan tersebut menggunakan dalih penyelamatan ekonomi untuk meniadakan kenaikan upah minimum provinsi tahun 2021.

”Kebijakan ini melegitimasi kesenjangan upah minimum antara kabupaten/kota pada suatu provinsi yang seharusnya bisa diperkecil dengan kenaikan upah minimum provinsi,” ujarnya.

Pengunjuk rasa juga kembali menyoroti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang proses penyusunannya cacat prosedur serta tidak sesuai asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.

Selain tiga aturan tersebut, sejumlah kebijakan lain yang dinilai tak berpihak kepada buruh antara lain: Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Kemudian, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu dalam Masa Pandemi Covid-19, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Berdasarkan sejumlah peraturan bermasalah tersebut, Geram mendesak pemerintah mencabut Undang-Undang Cipta Kerja beserta peraturan turunannya, menolak pemutusan hubungan kerja, memberikan jaminan atas bekerja, dan menolak sistem alih daya.

Pemerintah juga didesak memenuhi hak-hak buruh dan menjamin kesejahteraan serta keselamatan buruh.

”Kami juga mendesak pemerintah segera merevisi UU ITE dan UU antidemokrasi lainnya yang tidak mencerminkan Indonesia sebagai negara demokrasi,” tegas Dwi

Baca Juga: AJI Kota Semarang Suarakan Kesejahteraan Pekerja Media.

 

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU