> >

Demi Kesehatan, Tiga Ibu dan Sejumlah LSM Ini Gugat Pasal Narkoba Jenis Ganja ke Mahkamah Konstitusi

Hukum | 21 April 2021, 20:04 WIB
Ilustrasi (Sumber: Shutterstock)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk merayakan hari Kartini.

Namun, yang tidak sekadar seremoni dilakukan oleh tiga ibu asal Yogyakarta, yakni Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Murhayanti.

Hingga kini, mereka berjuang untuk melegalkan ganja demi kesehatan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka berjuang melakukan uji materil pasal pelarangan narkotika golongan I tentang ganja untuk pelayanan kesehatan.

Pengobatan dengan penggunaan ganja ini diperjuangkan oleh ketiga ibu untuk sang anak yang mengidap penyakit Cerebral Palsy.

Penyakit Cerebral Palsy adalah lumpuh otak yang menyebabkan gangguan pada gerakan dan koordinasi tubuh.

Baca Juga: Jeff Smith Tak Setuju Ganja Dikategorikan Narkoba, Harus Dilakukan Penelitian

"Permohonan ini diajukan oleh tiga orang Ibu dari anak-anak yang menderita Cerebral Palsy yang menginginkan adanya pengobatan menggunakan narkotika golongan I (senyawa ganja) sebagaimana sudah banyak berkembang di dunia," terang kuasa hukum pemohon, Singgih Tomi Gumilang, Rabu (21/4/2021).

Singgih menjelaskan permohonan ini sudah diajukan sejak November 2020 dengan nomor perkara 106/PUU-XVIII/2020. 

Bertepatan dengan hari Kartini, sidang yang dilaksanakan secara daring ini membahas tentang poin-poin perbaikan permohonan.

Perbaikan tersebut antara lain mengenai kedudukan hukum para pemohon, redaksi petitum, serta beberapa hal formal lain termasuk juga penambahan argumentasi untuk menguatkan substansi permohonan.

Satu hal yang juga masuk dalam penyampaian adalah perihal berita duka dari pemohon Dwi Pertiwi yang kehilangan puteranya, Musa IBN Hassan Pedersen.

Musa meninggal dunia pada 26 Desember 2020 setelah 16 tahun hidup dengan kondisi Cerebral Palsy.

Sebab Musa, Koalisi Advokasi Narkotika turut serta mengajukan permohonan uji materil UU Narkotika untuk kesehatan..

Hal lain yang juga disampaikan dalam sidang yaitu perkembangan PBB yang telah mengubah sistem penggolongan narkotika Golongan I Ganja untuk kepentingan medis.

"Pada 2 Desember 2020, Komisi PBB untuk Narkotika yaitu CND (the UN Commission on Narcotic Drugs) melalui pemungutan suara/voting telah menyetujui rekomendasi WHO untuk menghapus cannabis dan cannabis resin (ganja dan getahnya) dari Golongan IV Konvensi Tunggal Narkotika 1961. Konsekuensinya, ganja tidak lagi dipersamakan dengan jenis narkotika," terangnya.

Diketahui, tanaman ganja di dunia Internasional dinilai ada manfaatnya dan dianggp menjadi pengobatan medis dalam bentuk terapi, pengobatan gejala epilepsi, dan lain-lain.

Di Indonesia, permohonan ini tidak hanya didukung oleh ketiga ibu, melainkan juga oleh koalisi yang terdiri dari elemen Rumah Cemara, ICJR, LBH Masyarakat, IJRS, Yakeba, EJA, dan LGN.

"Harapan para pemohon dalam perkara ini supaya apa yang terjadi pada Musa tidak terjadi pada anak-anak Indonesia yang lain," katanya.

"Untuk itu, koalisi mendesak agar Pemerintah dan DPR segera bergerak cepat untuk menyikapi perkembangan dari PBB terkait potensi penggunaan Narkotika Golongan 1 yakni ganja untuk kepentingan pelayanan kesehatan," pungkasnya.

Baca Juga: Hari Kartini, Pos Indonesia Dukung Peran Perempuan Membangun Peradaban

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU