"Banjir Bukan Takdir, Banjir Bukan Karena Curah Hujan Tinggi"
Berita daerah | 15 Desember 2020, 12:53 WIBDalam dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), disebutkan bahwa Pegunungan Kendeng terdapat kerusakan lingkungan yang sangat krusial, yang apabila tidak segera ditanggulangi akan membawa risiko bencana ekologis besar yang tidak terelakkan. KLHS adalah kajian yang harus dilakukan pemerintah daerah sebelum memberikan izin pengelolaan lahan maupun hutan. KLHS tertuang dalam UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam Rencana Tata Ruang WIlayah (RTRW) Kabupaten Pati 2010-2030 yang dimuat dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011, pada pasal 2, menyatakan bahwa penataan ruang Kabupaten Pati bertujuan untuk mewujudkan Kabupaten Pati sebagai Bumi Mina Tani berbasis keunggulan pertanian dan industri berkelanjutan.
RTRW kabupaten ini memuat tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.
Di dalam dokumen KLHS Pegunungan Kendeng wilayah Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen, dan Kecamatan Tambakromo dinyatakan sebagai kawasan lindung yang tidak boleh ada kegiatan yang merusak dan mengganggu fungsi kawasan karst sebagai akuifer hidrologi.
Bencana banjir yang terus berulang, belum menjadikan pemerintah dan masyarakat sadar pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan. Peraturan penetapan tata ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung kawasan peruntukannya: sistem pengelolaan lahan menggunakan herbisida dan kimia, membawa dampak serius terhadap lingkungan serta risiko kebencanaan.
Saat ini masyarakat dunia juga masih menghadapi pandemi Covid-19, yang belum diketahui kapan akan berakhir. Dalam menghadapi pandemi ini kebutuhan pangan menjadi kebutuhan yang paling utama. Dalam memenuhi kebutuhan pangan tersebut, tentu lahan pertanian produktif yang sudah ada harus tetap dipertahankan. Apalagi memasuki bulan ke-9 pandemi Covid-19 saat ini, pemerintah berusaha melaksanakan berbagai kebijakan untuk memasuki fase pemulihan ekonomi nasional. Tentu tidak mudah. Dari sisi ekonomi makro atau sektor riil, pemulihan ekonomi ini akan memakan waktu lama. Peran petani dalam masa-masa seperti ini tentu sangat krusial. Selain petani sudah berusaha melakukan kerja subsisten, yang artinya bekerja untuk mencukupi kebutuhan pokok yaitu pangan, ini sudah sangat membantu pemerintah yang sebenarnya berkewajiban memelihara dan mensejarhterakan rakyatnya. Berangkat dari apa yang dilakukan para petani, maka pemerintah seyogyanya mendorong apapun kebijakan yang mendukung yang terkait dengan kerja tani.
Sekali lagi, bencana banjir bukan semata takdir, dan bukan pula semata curah hujan yang tinggi. Bencana banjir untuk beberapa kasus dan lokasi tertentu adalah sebuah peristiwa yang dapat dihindari karena penyebabnya adalah perilaku oknum-oknum yang mengabaikan kelestarian lingkungan dan nasib anak cucu mendatang.
Aksi Warga Suarakan Jaga dan Lestarikan Kendeng
Warga yang tergabung dalam JM-PPK bersama warga dari komunitas Sedulur Sikep (Komunitas Samin) konsisten menyuarakan pelestartarian alam tempat mereka tinggal dan bekerja.Tuntutan kesatuan aksi ini masih pada penolakan keberadaan pabrik semen di kawasan pegunungan Kendeng yang berfungsi sebagai water catchment dengan struktur tanahnya yang berupa karst.
Kali ini banjir menjadi perhatian utama warga yang unjuk rasa.
Banjir yang terjadi di wilayah sekitar Pegunungan Kendeng seperti Rembang, Kudus, Pati, dan Blora sangat terpengaruh dengan kondisi Pegunungan Kendeng. Banjir yang terjadi menurut peserta aksi bukan semata karena curah hujan yang tinggi, tapi karena rusaknya alam Kendeng sebagai penampung air hujan (dapat dianalogikan seperti sponge yang dapat menyimpan air).
Seruan yang tetap digaungkan JM-PPK dan komunitas Sedulur Sikep yaitu: Berhentilah merusak dan memeras Ibu Bumi, sepertinya bisa menjadi penyemangat di tengah pandemi, untuk tetap berharmoni dengan alam.
Penulis : Herwanto
Sumber : Kompas TV