"Banjir Bukan Takdir, Banjir Bukan Karena Curah Hujan Tinggi"
Berita daerah | 15 Desember 2020, 12:53 WIBPATI, KOMPAS.TV-
“Banjir Bukan Takdir“
Pangkur :
"Angambali angilikna
Nggenya lali marang Ibu Pertiwi
Drajat pangkat yekti milut
Temah lali janjinya
Angayomi pra tani lan labetipun
Ingkang atur cekap boga
Kakhanti tulusing ati"
(Kembali mengingatkan, kepadamu yang telah melupakan Ibu Pertiwi. Derajat dan pangkat nyata telah bisa membuatmu lupa akan janji untuk melindungi petani yang selama ini mencukupi kebutuhan pangan dengan hati yang tulus)
Banjir dan Garapan Petani
Banjir besar rutin melanda beberapa wilayah di Indonesia setiap tahunnya. Dua daerah di antaranya adalah Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus. Banjir tentu menyebabkan kerugian serius dan materiil yang tidak sedikit. Bagiamana tidak, bila banjir menyebabkan terendamnya ribuan hektar lahan pertanian. Tentu saja petani yang menjerit dengan kondisi ini.
Desa-desa yang mengalami kerugian akibat banjir di lahan pertanian di Kabupaten Pati tersebar di kecamatan seperti:
Kecamatan Sukolilo: Desa Baleadi, Desa Wotan, Desa Baturejo, Desa Gadudero, dan Desa Kasiyan.
Kecamatan Kayen: Desa Srikaton, Desa Trimulyo, Desa Pasuruhan dan Desa Talun.
Kecamatan Gabus: Desa Banjarsari, Desa Babalan, Desa Tanjang, Desa Kosekan, Desa Pantirejo, Desa Tlogoayu, Desa Karaban dan Desa Wuwur.
Kecamatan Margorejo: Desa Ngawen, Desa Jimbaran, dan Desa Jambean.
Sementara, di Kabupaten Kudus ada 12 desa yang 'langganan' banjir, yaitu: Desa Gondoarum, Desa Sidomulyo, Desa Bulung Kulon, Desa Bulung Cangkring, Desa Sadang, Desa Jojo, Desa Kirik, Desa Jongso, Desa Payaman, Desa Karangrowo, Desa Wates, dan Desa Undaan.
Diperkirakan kerugian gagal panen musim tanam pertama mencapai 5.000 hektar dengan hasil produksi 40.000 ton gabah dan kerugian biaya produksi mencapai 45 miliyar rupiah.
Satu hal yang jadi catatan adalah bahwa banjir ini bukan diakibatkan karena curah hujan tinggi, melainkan disebabkan terjadinya alih fungsi lahan dan peruntukan lahan yang tidak sesuai.
Dalam kerangka pembangunan, penanganan wilayah hulu dan hilir haruslah seimbang. Di wilayah hulu, misalnya Pegunungan Kendeng dan Gunung Muria, kegiatan penambangan dan penggundulan hutan masih marak terjadi. Ketika curah hujan tinggi terjadi, aliran sungai pembuangan menjadi cepat mengalami sedimentasi. Temuan survei lapangan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) dalam kegiatan susur sungai, pada Sabtu 12/12/2020, mendapati sampah plastik, enceng gondok dan larutan tanah dari pegunungan semakin menjadikan daya tampung sungai tidak mencukupi. Akibatnya, air meluap menggenangi lahan pertanian yang sudah ada tanaman padi.
Penulis : Herwanto
Sumber : Kompas TV