Tolak UU Cipta Kerja, Guru Besar UGM Serukan Pembangkangan Sipil
Politik | 7 Oktober 2020, 22:33 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS TV - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenal Arifin Mochtar, mengajak masyarakat untuk menyatakan penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR dan Pemerintah pada Senin (5/10/2020).
Namun, kata dia, tidak cukup hanya menyatakan sikap penolakan saja terhadap UU Cipta Kerja itu.
Melainkan, perlu dibarengi dengan desakan atau tekanan dari publik secara meluas. Terlebih, banyak pihak dirugikan dari adanya peraturan tersebut.
Baca Juga: Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan, Muhammadiyah: Kalau Keberatan, Lakukan Judicial Review ke MK
"Saya menawarkan, kita harus teriakkan bersama UU ini (Cipta Kerja), pembangkangan sipil barangkali atau apa istilahnya, silakan dipikirkan," kata Zaenal dalam konferensi persnya pada Selasa (6/10/2020).
Menurut mantan Direktur Pukat Fakultas Hukum UGM itu, UU Cipta Kerja tak hanya merugikan kalangan masyarakat secara individu, tetapi juga berdampak pada lingkungan.
Sebaliknya, kata dia, UU Cipta Kerja justru banyak menguntungkan investor dan mengabaikan hak asasi manusia (HAM).
Selain itu, dia menambahkan, UU Cipta Kerja menjadikan sentralistik kekuasaan karena tidak sedikit kewenangan pemerintah daerah yang dipangkas bahkan hilang, kemudian digantikan menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Baca Juga: Demo UU Cipta Kerja di Sukabumi Berlanjut, Diikuti Buruh dan Mahasiswa
Menrut Zaenal, desakan publik perlu disampaikan secara terus-menerus meskipun nantinya Presiden Jokowi tak akan menandatangani UU Cipta Kerja.
Sebab, tanpa ditandatangani oleh presiden, UU Cipta Kerja akan otomatis berlaku setelah 30 hari disahkan di rapat paripurna DPR.
"Walaupun tidak akan mempunyai efek apa-apa, karena setelah 30 hari itu tetap akan menjadi UU," ujar Zaenal.
"Tetapi paling tidak ada pernyataan politik presiden yang bisa menjadi catatan kuat saat proses ketiga."
Baca Juga: Buruh Pulogadung Mogok Kerja Protes UU Cipta Kerja
Lebih lanjut, Zaenal menjelaskan, proses penyusunan UU Cipta Kerja dinilai cacat formil. Sebab, sejak penyusunan, pembahasan hingga disahkan di DPR UU Cipta Kerja terus bermasalah.
Pertama, tidak adanya pelibatan publik secara maksimal dalam menyusun UU tersebut. Apalagi, draf akhir UU tersebut juga tidak dibagikan kepada anggota DPR usai disahkan di rapat paripurna.
"Paripurna kemarin itu seperti cek kosong," ujarnya.
Baca Juga: Presiden Dituntut Bikin Perppu Cabut UU Cipta Kerja
Penulis : Tito-Dirhantoro
Sumber : Kompas TV