Dukcapil DKI Catat 2.000 Orang Pindah ke Jakarta Jelang Pelaksanaan PPDB 2023
Sekolah | 20 Juli 2023, 08:47 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Sekitar 2.000 orang pindah ke DKI Jakarta selama bulan Mei 2023. Hal itu terungkap dari pencatatan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta. Jumlah itu naik signifikan dari bulan April 2023 yang hanya 890 orang.
Kepala Disdukcapil DKI Budi Awaluddin mengatakan, tingginya jumlah warga yang pindah ke DKI itu terjadi jelang proses pendaftaran peserta didik baru (PPDB) di Jakarta yang diadakan pada Juni.
"April kan cuma 890-an (orang pindah ke Jakarta). Kalau Mei, hampir 2.000-an. Jadi, lonjakannya cukup luar biasa," kata Budi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (19/7/2023).
"Agak aneh, bulan Mei angkanya (warga pindah) sampai 216 persen, (warga) dari luar DKI," ujarnya.
Baca Juga: 4.791 Calon Siswa Dicoret dari PPDB Jabar, Disdik Sampaikan Nasib Peserta yang Dibatalkan
Budi mengungkapkan bagi warga yang baru pindah ke ibu kota Mei 2023, tidak bisa ikut PPDB. Karena salah satu syaratnya adalah harus memiliki kartu keluarga (KK) yang terdaftar paling akhir pada 1 Juni 2022.
"Mereka (warga) yang berpindah (KK) setelah 2 Juni 2022 sampai 30 Juni 2023, itu melanggar aturan kalau mendaftar (PPDB)," ucapnya.
Di sisi lain, Mei 2023 adalah bulan setelah Hari Raya Idul Fitri. Sehingga ada kemungkinan juga, 2.000 orang itu adalah pendatang dari daerah yang ingin mencari kerja di Jakarta.
Seperti diketahui, banyak pelanggaran terjadi dalam pelaksanaan PPDB tahun ini. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) pun meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk meninjau ulang dan mengevaluasi total kebijakan sistem PPDB.
Mereka menilai PPDB saat ini sudah melenceng dari tujuannya.
Baca Juga: Buntut Kisruh PPDB 2023, Menko PMK Minta Pemda Cermat Susun Perencanaan
"Evaluasi serta tinjau ulang sistem PPDB sangat penting karena P2G menilai tujuan utama PPDB mulai melenceng dari relnya,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dalam keterangan tertulisnya kepada media, Senin (11/7/2023).
Dari hasil penelusuran P2G, ada sejumlah permasalahan yang terjadi dalam PPDB. Masalah pertama adalah migrasi domisili melalui Kartu Keluarga (KK) calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit. Di mana calon siswa menitip KK sesuai domisili ke KK warga sekitar.
"Itu sekaligus menunjukkan fakta bahwa kualitas sekolah di Indonesia belum merata sehingga orang tua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah yang dianggap lebih unggul," ujar Satriawan.
Masalah kedua, banyak sekolah yang kelebihan calon peserta didik baru karena terbatasnya daya tampung, khususnya di wilayah perkotaan.
Baca Juga: Kisruh PPDB 2023 Terjadi di Sejumlah Daerah, Sanksi Mengintai Para Pelanggar
Ia mencontohkan DKI Jakarta, jumlah Calon Peserta Didik Baru (CPDB) 2023 jenjang SMP/MTs adalah 149.530 siswa, sedangkan total daya tampung hanya 71.489 siswa atau sekitar 47,81 persen.
"Implikasinya adalah dipastikan tidak semua calon siswa dapat diterima di sekolah negeri sehingga swasta menjadi pilihan terakhir,” ucapnya.
Masalah ketiga, saat ada sekolah kelebihan siswa, ada juga sekolah yang kekurangan siswa karena sepi peminat. Lantaran di beberapa daerah jumlah calon siswa yang sedikit, tapi jumlah sekolah negeri banyak dan berdekatan.
Seperti yang terjadi di Batang yaitu ada 21 SMP negeri kekurangan siswa pada PPDB 2022 dan di Jepara tercatat 12 SMP negeri masih kekurangan siswa.
Baca Juga: Soal Penerapan KRIS, Bos BPJS Kesehatan: Konsepnya saja Kami Masih Mempertanyakan
Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G Feriansyah menerangkan, masalah-masalah tersebut berdampak serius terhadap guru yakni bisa tidak mendapat Tunjangan Profesi Guru karena kekurangan jam mengajar 24 jam per minggu.
"Solusi sekolah kekurangan murid adalah pemda hendaknya menggabungkan sekolah negeri serta memperbaiki akses infrastruktur dan transportasi menuju sekolah," kata Feriansyah.
Masalah selanjutnya dalam PPDB, adalah praktik jual beli kursi, pungutan liar, dan siswa titipan dari pihak tertentu seperti di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung, dan Depok.
Kemudian, banyak juga siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu (jalur afirmasi) dan anak dalam satu zonasi yang tidak dapat tertampung di sekolah negeri.
"Bagi P2G sistem PPDB oleh pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri," sebutnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber :