> >

Korban UKT UNY Menjerit: Tadi Malam Bapak Nangis, Nggak Bisa Bayar Kuliah Saya

Kampus | 17 Januari 2023, 15:46 WIB
Kesaksian mahasiswa UNY yang menilai penetapan golongan UKT tidak sesuai dengan kondisi ekonomi, Senin (16/1/2023). (Sumber: Kompas TV/Fiqih Rahmawati)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Viralnya kisah mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), RNF, yang kesulitan membayar uang kuliah tunggal (UKT), membuat korban lain ikut menjerit.

Melalui forum yang diinisiasi oleh kelompok mahasiswa dari berbagai organisasi dan kolektif, UNY Bergerak, para korban UKT memberikan kesaksiannya mengenai polemik UKT yang dinilai tidak tepat sasaran.

Forum ini memuat sejumlah kesaksian dari korban UKT anonim. Kompas TV mencoba merangkum kesaksian dan kisah para korban.

Baca Juga: Kisah Mahasiswa UNY Kesulitan Bayar UKT, ‘Korban’ Lain Speak-up: Sesulit Ini Mengakses Pendidikan

“Sesulit ini mengakses pendidikan”

Kita sebut saja si A. Awal mula A berkuliah di UNY, dia membayangkan pendidikan yang murah dan terjangkau, setidaknya bagi A yang mengaku berasal dari masyarakat desa yang kurang mampu.

Sayangnya, apa yang dia bayangkan tidak terjadi. Saat pengumuman golongan UKT, dia menemui angka Rp4,2 juta. Uang yang harus dia bayar tiap semester selama empat tahun ke depan.

Bapaknya bekerja di angkringan, ibunya seorang buruh pabrik. Keduanya harus mengumpulkan uang sebanyak itu agar A bisa kuliah.

Lalu, pandemi Covid-19 menghantam.

“Penghasilan angkringan tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga saya, pembeli dan pelanggan berkurang banyak karena mereka juga memikirkan manajemen uangnya juga,” kata A melalui sambungan video Zoom, Senin (16/1/2023).

Baca Juga: Prihatin atas Meninggalnya Mahasiswa UNY terkait UKT, Politikus PSI: Biaya Kuliah Harusnya Gratis

“Lalu ibu saya terkena dampak pandemi karena ibu saya karyawan swasta di pabrik, dia diberikan waktu cuti beberapa hari, nanti masuk lagi,  jadi gajinya kepotong cukup banyak, bahkan nggak nyampe UMR,” lanjut dia.

Bapaknya sampai menjual sapi untuk membayar kuliahnya. Padahal, bagi A, sapi merupakan tabungan masa depan keluarganya yang seharusnya digunakan untuk membayar biaya pendidikan adiknya.

“Tapi malah dijual sekarang. Sesulit ini mengakses pendidikan,” keluhnya.

Menjelang pembayaran UKT, dia juga mengalami kejadian apes. Motornya yang baru saja lunas dari angsuran kredit, hilang. 

“Saya harus bayar UKT Rp4,9 juta dengan UPPA (uang pangkal), motor hilang, ditambah pandemi.”

Selama A kuliah, orang tuanya harus meminjam bank untuk membayar UKT.

Baca Juga: Rektor UNY Jawab Viral Mahasiswi Gagal Bayar UKT sampai Wafat, Ingin Jadikan Anak Asuh Jika Tahu

“Bapak Nangis, Nggak Bisa Bayar UKT”

Ada lagi B, mahasiswa UNY angkatan 2021 jalur mandiri. Kala itu, kondisi keuangan keluarganya sedang tidak baik-baik saja. Ditambah, dia mendapatkan UKT golongan IV dengan nominal Rp3,6 juta.

“Covid-19, tempat kerja Bapak gulung tikar, bosnya melarikan diri, Bapak pulang ke rumah itu nggak bawa uang pesangon, nggak dapat apa-apa,” ungkap B, Senin.

UKT semester 1 dibayar dengan meminjam uang dari tetangga. Bapaknya memutuskan menjual motor untuk menutup utang tersebut.

Terhalang biaya, B pun mencari beasiswa. Singkat cerita, dia mendapatkan beasiswa yang bisa meng-cover UKT selama dua semester, semester 2 dan 3. Saat itu, kuliahnya di semester 2, aman.

Baca Juga: Kisah Pilu Mahasiswi UNY dari Keluarga Miskin: Tak Mampu Bayar UKT, Wafat saat Berjuang Kuliah

Namun, musibah datang saat jadwal pembayaran UKT semester 3 tiba. Uang beasiswanya ternyata tidak dapat dicairkan.

B pulang dengan perasaan sedih dan memberi kabar buruk itu ke orang tuanya. Saat ditanya mengenai kesanggupan membayar kuliahnya, orang tua B diam. Pasalnya, dua adiknya juga baru masuk sekolah, SD dan SMK.

Masalah uang kuliah B menjadi perdebatan dan cekcok dengan sang bapak. Dia pun sudah terpikir untuk mengambil cuti kuliah. Paginya, ibunya bercerita bahwa bapaknya sempat menangis lantaran tak dapat membayarkan uang kuliah anaknya.

“Paginya, mamakku bilang, ‘Tadi malam bapakmu nangis karena bapakmu nggak bisa bayar UKT-mu’,” tutur B sembari terisak. “Ya sudahlah, akhirnya saya cuti kuliah.”

Baca Juga: Catat! Jadwal dan Biaya Jalur Mandiri di UNS, Undip, UNY dan Universitas Lainnya

“Birokrasi tutup kuping”

Hal yang sama juga terjadi pada C dan D. Keduanya mengaku menjadi korban ketidaksesuaian golongan UKT. C harus membayar UKT Rp3,6 juta, sementara D Rp4,2 juta. Keduanya mengajukan penurunan UKT karena sama-sama keberatan harus membayar UKT sebanyak itu.

C melengkapi semua pemberkasan dan menunggu pengumuman. Sayangnya, pengajuan penurunan UKT-nya tidak disetujui oleh pihak kampus.

“Memang birokrasi benar-benar tutup kuping karena apa yang terjadi nggak dilirik sama sekali,” ungkap C yang akhirnya memutuskan untuk berhenti kuliah di UNY.

D mendapatkan keringanan UKT usai ayahnya meninggal dunia. Namun, golongan UKT-nya hanya turun satu tingkat, hanya turun di angka Rp3,6 yang menurutnya masih terlalu tinggi. Dia pun harus banting tulang untuk bekerja dan mengumpulkan uang.

 

 

 

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU





A PHP Error was encountered

Severity: Core Warning

Message: PHP Startup: Unable to load dynamic library 'newrelic.so' (tried: /usr/lib64/php/modules/newrelic.so (/usr/lib64/php/modules/newrelic.so: cannot open shared object file: No such file or directory), /usr/lib64/php/modules/newrelic.so.so (/usr/lib64/php/modules/newrelic.so.so: cannot open shared object file: No such file or directory))

Filename: Unknown

Line Number: 0

Backtrace: