> >

Prabowo Maafkan Koruptor, Peneliti Sebut Itu Tidak Tepat dan Menyakiti Hati Rakyat

Peristiwa | 23 Desember 2024, 11:05 WIB
Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan sambutan dalam peringatan puncak HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024). (Sumber: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman menilai, rencana pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti dan abolisi tidak tepat dan menyakiti hati rakyat.

“Kalau itu (amnesti dan abolisi) akan diberikan kepada para koruptor, ini sangat tidak tepat dan itu sangat menyakiti hati rakyat,” ucap Zaenur, dalam Sapa Pagi Kompas TV saat membahas tema "Presiden Maafkan Koruptor asal Kembalikan Hasil Korupsi", Senin (23/12/2024).

Baca Juga: 3 Menteri Gabung PAN, Total Ada 9 Kader PAN di Kabinet Merah Putih, Ini Daftarnya

Zaenur menegaskan, apa yang dilakukan oleh koruptor kepada rakyat Indonesia sangat jahat dan merugikan.

“Apa yang dilakukan oleh para koruptor itu sangat jahat, sangat merugikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat, dan tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara pengampunan seperti ini,” ujarnya.

“Bahkan kalau kita lihat dalam hukum positif saat ini di pasal 4 undang-undang 31 tahun 1999 junto 20/2001, itu sudah sangat jelas bahwa pengembalian kerugian keuangan negara itu tidak menghilangkan unsur pidana, apalagi kalau kemudian itu mau di-by-pass dengan menggunakan hak prerogatif presiden dalam bentuk amnesti dan abolisi,” lanjutnya.

Bagi Zaenur, pengampunan terhadap koruptor bisa diterapkan kepada korporasi atau pelaku korporasi yang kalau ditersangkakan dan dituntut secara pidana berdampaknya luas kepada ketenagakerjaan maupun perekonomian.

Baca Juga: PPN Naik 12 Persen, Bos Ritel Indonesia: Sense of Crisis Pemerintah Mengkhawatirkan

“Itu pun tidak bisa langsung diterapkan, kalau mau diterapkan maka harus melakukan perubahan terhadap undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 junto 20 Tahun 2001 undang-undang Tipikor,” kata Zaenur.

Selain itu, sambung Zaenur, perlu juga dilakukan investigasi dan harus ada pengakuan.

Sehingga pengampunan tidak bisa dilakukan secara sembunyi-sembunyi, apalagi diam-diam.

“Semua harus transparan, publik juga bisa melakukan pengawasan sehingga ada equal treatmen, juga itu merupakan suatu prosedur yang diakui secara hukum, itu merupakan salah satu proses due process of law bukan keluar dari konteks penegakan hukum,” tegasnya.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU