> >

MK Sebut Guru Honorer Harus Diprioritaskan Jadi PPPK

Humaniora | 16 Oktober 2024, 18:31 WIB
Ilustrasi pengadaan PPPK 2024. (Sumber: BKN)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa guru honorer harus mendapat prioritas dalam pengangkatan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Hal ini disampaikan oleh hakim konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dalam sidang terkait Putusan MK Nomor 119/PUU-XXII/2024 di Jakarta. Menurut Daniel, meskipun guru honorer diprioritaskan, mereka tetap harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam perundang-undangan.

"Mahkamah menilai, perspektif yang harus dibangun adalah memprioritaskan guru honorer untuk menjadi PPPK," ujar hakim konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh ketika membaca pertimbangan Putusan MK Nomor 119/PUU-XXII/2024 di Jakarta, Rabu.

Gugatan tersebut berasal dari seorang guru honorer di sekolah swasta di Jakarta, yang mempersoalkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). 

Pasal ini mengatur penataan ulang tenaga non-ASN dan penghapusan tenaga honorer per Januari 2025. Guru tersebut meminta agar ketentuan ini ditunda hingga semua tenaga honorer yang telah bekerja sebelum UU diberlakukan diangkat menjadi ASN, baik sebagai PPPK maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Baca Juga: Masih Dibuka, Berikut Link Daftar dan Formasi PPPK 2024 di BPOM

MK memahami kekhawatiran dampak dari Pasal 66 UU ASN, khususnya bagi para guru honorer yang berisiko kehilangan pekerjaan dan kesempatan karier.

Pihak MK menekankan pentingnya proses penataan guru honorer dilakukan secara terbuka, adil, transparan, dan akuntabel.

Daniel juga menyoroti potensi kekurangan guru di sekolah jika kebijakan "cleansing" terhadap guru honorer diterapkan tanpa persiapan yang matang, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas proses belajar-mengajar di sekolah.

"Terlebih, jika dikaitkan dengan kasus konkret yang dialami oleh Pemohon, kebijakan cleansing guru honorer, tentu akan menyebabkan kekurangan guru di satuan sekolah sehingga mengganggu proses belajar mengajar yang pada akhirnya murid/siswa di sekolah menjadi korban dari kebijakan tersebut," kata dia.

Penulis : Kiki Luqman Editor : Gading-Persada

Sumber : Antara


TERBARU