Gerhana Matahari Cincin 2-3 Oktober Tidak Terlihat di Indonesia, Ini Penjelasan BRIN dan BMKG
Humaniora | 3 Oktober 2024, 07:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Fenomena gerhana matahari cincin yang diprakirakan terjadi pada 2-3 Oktober 2024 tidak akan dapat diamati dari wilayah Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Peneliti Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, dalam keterangan resminya pada hari Rabu (2/10/2024).
"Gerhana matahari cincin terjadi di Pasifik sampai Amerika Selatan pada tengah malam sampai dini hari 2-3 Oktober waktu Indonesia. Jadi tidak bisa diamati di Indonesia," kata Thomas dikutip dari Antara.
Meskipun tidak dapat disaksikan dari Indonesia, fenomena ini tetap menarik perhatian para ilmuwan dan pengamat astronomi.
Thomas menjelaskan bahwa gerhana matahari cincin terjadi ketika posisi bulan menghalangi sinar matahari, namun karena posisi bulan lebih jauh dari rata-ratanya, piringan bulan tampak lebih kecil daripada piringan matahari. Akibatnya, bagian tepi matahari akan tampak seperti cincin.
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui tim Geofisikanya menyampaikan bahwa wilayah yang dapat mengamati gerhana matahari cincin ini meliputi Samudera Pasifik, Amerika Selatan bagian selatan, dengan alur pergerakan melewati Chile bagian selatan dan Argentina bagian selatan.
Fenomena Langka
Ketua Bidang Tanda Waktu BMKG Himawan menekankan bahwa fenomena ini tergolong langka.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Kamis 3 Oktober Dominan Berawan Sepanjang Hari
"Gerhana Matahari Cincin adalah fenomena langka, sangat jarang terjadi. Periode untuk lokasi yang sama lebih dari 10 tahun, jadi ini bukan fenomena biasa," ujarnya.
Terkait dampak dari fenomena ini, baik Thomas maupun BMKG menyatakan bahwa tidak ada dampak signifikan yang perlu dikhawatirkan.
"Dampak umum dan global gerhana matahari adalah peningkatan pasang air laut, tetapi itu tidak berbahaya," kata Thomas.
BMKG menambahkan bahwa dampak yang mungkin terjadi hanya berupa penurunan suhu permukaan, intensitas cahaya, dan perubahan pola angin lokal akibat sebagian cahaya matahari terhalang oleh bulan.
Namun, perubahan ini tidak sedrastis saat terjadi gerhana matahari total.
Meski fenomena ini tidak dapat diamati dari Indonesia, BMKG tetap memberikan catatan khusus bagi mereka yang berada di wilayah yang dilintasi gerhana.
"Untuk mengamati fenomena Gerhana Matahari Cincin di wilayah yang dilintasi tersebut harus menggunakan kacamata khusus supaya mata tidak rusak," kata BMKG.
Sebagai penutup, BMKG mengimbau masyarakat Indonesia untuk tetap bersikap partisipatif, positif, dan bijak dalam merespons informasi seputar fenomena alam.
Masyarakat dianjurkan untuk selalu mengacu pada data dari lembaga terverifikasi, seperti yang bersumber dari BMKG, guna mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya.
Penulis : Danang Suryo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV