> >

Ramai Fenomena Bulan Kembar, Begini Penjelasan BRIN

Peristiwa | 25 September 2024, 10:45 WIB
Ilustrasi bulan. Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin, mengklarifikasi fenomena yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan di media sosial, yaitu fenomena bulan kembar. (Sumber: Thinkstockphotos via Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin, mengklarifikasi fenomena yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan di media sosial, yaitu fenomena bulan kembar.

Banyak orang mengira bahwa peristiwa ini adalah kejadian astronomis yang langka, di mana dua bulan tampak di langit secara bersamaan. Namun, menurut Thomas, istilah bulan kembar ini tidak sepenuhnya akurat.

Dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu (25/9/2024), Thomas menjelaskan bahwa Bulan adalah satu-satunya satelit alami Bumi yang ukurannya besar dan terlihat dengan mata telanjang. 

Namun, pada periode tertentu, ada objek lain seperti asteroid yang dapat terjebak dalam gravitasi Bumi dan sementara waktu mengorbit planet ini. Asteroid tersebut sering disebut sebagai "bulan mini" atau "mini moon."

"Asteroid ini bukan bulan kedua, tetapi karena terjebak sementara dalam orbit Bumi, beberapa media menyebutnya sebagai 'bulan mini'," katanya. 

Baca Juga: Fenomena Equinox Terjadi Hari Ini, Apa Dampaknya untuk Indonesia?

Salah satu contoh dari fenomena ini adalah asteroid yang diberi kode "2024 PT5." Asteroid ini diperkirakan akan tertarik oleh gravitasi Bumi dari tanggal 29 September hingga 25 November 2024.

Asteroid 2024 PT5 memiliki ukuran yang relatif kecil, hanya sekitar 10 meter. Menurut Thomas, ukurannya sangat berbeda dengan Bulan dan tidak akan tampak seperti bulan purnama yang biasa kita lihat di langit.

Orbit asteroid ini juga tidak berbentuk lingkaran sempurna dan hanya akan mengelilingi Bumi satu kali sebelum akhirnya kembali ke orbit asalnya mengelilingi Matahari.

Lebih lanjut, Thomas menjelaskan bahwa asteroid ini tidak menimbulkan ancaman bagi Bumi karena ukurannya yang kecil. Bahkan jika memasuki atmosfer Bumi, asteroid tersebut akan terbakar dan kemungkinan sisanya jatuh di wilayah yang tidak berpenghuni. 

"Asteroid semacam ini sering kali terdeteksi dan tidak berbahaya. Asteroid seukuran itu pernah jatuh di perairan Bone, Sulawesi, pada 2009. Namun, karena orbitnya terjebak di gravitasi Bumi untuk sementara waktu, ia dianggap menarik untuk diamati oleh para astronom," katanya.

Bagi masyarakat yang penasaran, Thomas menegaskan bahwa asteroid 2024 PT5 tidak dapat dilihat dengan mata telanjang karena ukurannya yang terlalu kecil dan cahayanya terlalu redup.

"Untuk dapat melihatnya, kita memerlukan teleskop yang cukup besar," ucapnya. Saat ini, berbagai observatorium dengan teleskop canggih di dunia telah bersiap untuk mengamati pergerakan asteroid ini.

Thomas mengajak masyarakat untuk tidak khawatir dengan fenomena ini. Ia melihatnya sebagai kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan tentang objek-objek kecil yang ada di tata surya kita. 

"Ini adalah fenomena yang menarik bagi dunia astronomi, meski bagi kebanyakan orang tidak akan terlihat. Namun, ini mengingatkan kita bahwa ada banyak benda di tata surya yang bisa memberikan kejutan," kata Thomas Djamaluddin dikutip dari Antara.

Baca Juga: Lowongan Kerja PT KCIC Penerjemah Bahasa Inggris dan Mandarin, Ini Link Pendaftarannya

Penulis : Kiki Luqman Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU





A PHP Error was encountered

Severity: Core Warning

Message: PHP Startup: Unable to load dynamic library 'newrelic.so' (tried: /usr/lib64/php/modules/newrelic.so (/usr/lib64/php/modules/newrelic.so: cannot open shared object file: No such file or directory), /usr/lib64/php/modules/newrelic.so.so (/usr/lib64/php/modules/newrelic.so.so: cannot open shared object file: No such file or directory))

Filename: Unknown

Line Number: 0

Backtrace: